A. Alasan RPP Disederhanakan
Salam Profesi Guru!!!
Terobosan "Merdeka Belajar" yang dilakukan oleh Mendikbud, Pak Nadiem Makarim tahun 2019 sepertinya akan mengurangi beban para guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Salah satu pokok kebijakan merdeka belajar yang dituangkan dalam SE Mendikbud no.14 tahun 2019 yakni perubahan pada RPP dimana RPP yang sebelumnya rumit dan lembarannya banyak, kini akan dirubah menjadi lebih sederhana yakni hanya satu halaman saja.
Perubahan itu bukan tanpa alasan. Banyak komponen-komponen dalam format RPP lama yang sebenarnya tidak perlu dicantumkan. Artinya ada bagian yang boleh tersirat, tidak perlu tersurat.
Mengapa RPP disederhanakan?
Sebelum membahasnya, kita perlu tahu dulu apa itu RPP. Menurut Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih.
Setiap pendidik diwajibkan membuat RPP, tujuannya agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (Lampiran Permendikbud no.22 thn 2016 tentang standar proses).
Kita tahu bahwa yang namanya rencana pasti belum terwujud. Terkadang Rencana dalam RPP tidak berjalan sebagaimana mestinya karena ada sesuatu atau lain hal yang merusak rencana itu.
Misalnya (pengalaman penulis) ketika belajar ada seorang siswa kerasukan, dan siswa lain berhamburan keluar dari kelas, termasuk gurunya.
Akibatnya diskusi kelompok terganggu padahal dalam RPP, presentase kelompok harus dilaksanakan hari itu juga, akhirnya rencana itu tidak terwujud bukan? Selain itu berbagai macam kejadian yang tak terduga juga bisa merusak sebuah rencana pembelajaran.
Tetapi pada intinya rencana memang harus dibuat karena kata bijak mengatakan “if you fail to plan, you are planning to fail”. Jika Anda gagal merencanakan, artinya Anda merencanakan kegagalan. Jadi kita tidak boleh gagal merencanakan, agar rencana kita sukses bukan gagal.
Benjamin Franklin : if you fail to plan, you are planning to fail
Intinya pendidik harus mampu membuat RPP agar proses belajar mengajar (PBM) berhasil. Berjalan atau tidaknya rencana itu, tergantung kondisi tetapi diupayakan berjalan dengan baik dengan berbagai strategi.
Membuat atau menyusun RPP memang tidak gampang apalagi RPP nya harus 10 halaman lebih per topik. Padahal guru harus konsentrasi menyesuaikan RPP dengan kondisi sekolah, jumlah siswa, media pembelajaran dan lain-lain.
Misalnya tidak mungkin seorang guru membuat langkah-langkah pembelajaran di RPP dengan menyaksikan video yang ditampilkan di proyektor, sementara sekolahnya tidak ada listrik dan Proyektor sama sekali.
Itulah yang membuat banyak guru yang stress menyusun RPP sehingga banyak yang cari jalan pintas mengunduh dari internet, copas, bahkan membeli jasa adik mahasiswa keguruan yang lagi butuh uang beli sebungkus nasi padang di kost-kostan gang sempit nan kumuh tak ada air menunggu kiriman sekarung beras dari kampung tercinta (Kampung Sipiongot). Terjadilah transaksi berapa per lembar. Mungkinkah?
Ibarat pepatah banyak jalan menuju Roma, tidak harus melalui Vatikan atau melalui Milan bisa juga melalui Napoli atau bahkan Atalanta. Jadi guru mencari jalan lain yang penting sampai, alias ada bentuk fisik RPP dijilid rapi dengan cover keren, bahkan dengan tulisan nama yang lebih besar ukuran hurufnya daripada judul RPP itu sendiri. (Hahaha)
Pasti banyak guru yang sependapat dengan kebijakan Pak Menteri soal penyederhanaan RPP ini. Alasannya pasti bermacam-macam mulai dari tingkat kerumitan RPP yang membuat guru jadi tidak ada waktu untuk hal-hal lain, atau dari segi biaya dan lain-lain.
Tetapi kita perlu tahu apa sebenarnya alasan dibalik penyederhanaan RPP ini.
Merangkum dari buku penyusunan RPP Kurikulum 2013, berdasarkan SE no 14 tahun 2019, alasan mengapa RPP disederhanakan dan dipadu dengan pendapat penulis adalah sebagai berikut :
1. RPP dianggap dibuat hanya untuk administrasi sekolah, administrasi ke pengawas/dinas atau administrasi Akreditasi
Pendapat penulis : Betul, RPP biasanya hanya dijadikan barang bukti bahwa guru yang bersangkutan membuatnya, dan pengawas hanya melihat bundelan RPP itu tanpa meneliti dan memeriksa apa isinya.
2. RPP yang dimiliki guru diindikasikan membeli dari penyedia jasa RPP
Pendapat penulis : Betul, terbukti banyak situs-situs yang menerima jasa membuat RPP bahkan jadi sumber penghasilan tambahan bagi orang-orang tertentu padahal belum tentu isinya tepat dan sesuai (wah, ada yang hilang rejeki nih).
3. RPP yang dimiliki guru copy-paste dari milik guru lainnya
Pendapat penulis : Sangat betul, bahkan sering sekali karena lupa mengedit atau gaptek bidang komputer, nama guru A terpampang di RPP si guru B (parah).
4. RPP yang dimiliki hanya merubah tahunnya saja
Pendapat penulis : Betul, alasannya karena RPP jarang diperiksa, jadi daripada repot merevisi sesuai dengan materi yang berlaku, lebih baik merubah tahun. Bahkan lebih sadisnya tahunnya hanya ditutupi dengan kertas lalu di fotocopy dan ditulis tahun yang baru (wkwkwk).
5. RPP yang ada sangat banyak dan menghabiskan kertas (ATK)
Pendapat penulis : Betul Sekali, bahkan gaji bulanan terpotong gegara mencetak RPP. Ada guru bujangan yang tidak jadi malam mingguan dan makan bakso dengan pacarnya karena gajinya habis nge print RPP (mungkinkah?). Ada juga terkadang margin kertasnya diatur sepadat mungkin agar lebih hemat (hadeuh).
6. RPP yang ada dianggap membatasi guru dalam berkreasi dan berinovasi di kelas
Pendapat penulis : Apalagi ini, betul bgt. Terkadang saat mengajar, guru harus melihat-lihat RPP sudah berapa menit memberikan motivasi, berapa menit memberikan tugas. Akhirnya RPP ibarat jalan yang harus ditempuh tidak boleh lari ke jalan lain padahal situasi di kelas berkembang, bisa saja tidak terarah seperti di RPP. Akhirnya amburadul.
7. RPP menggunakan model yang kadang mengikat dengan sintak-sintaknya
Pendapat penulis : Betul, ini hampir sama dengan no 6. Guru tidak boleh lari dari koridor dengan membuat model baru padahal bisa saja model dalam RPP tidak sesuai untuk semua peserta didik karena setiap peserta didik memiliki niat, kreativitas, dan karakter yang berbeda-beda. Jadi model pembelajaran terkadang cocok untuk anak si A tapi tidak cocok untuk anak si B.
8. RPP tidak dilaksanakan di kelas
Pendapat penulis : Muantap Betul. RPP hanya formalitas pada saat ada pengawas datang memeriksa berkas. Setelah itu RPP disimpan dalam bundelan lemari RPP. Bagaimana mau dilaksanakan? Sedangkan RPP buatan sendiri saja belum tentu bisa dilaksanakan apalagi RPP yang bukan bikin sendiri, hanya copas, sangat rumit, sekolahnya tidak sesuai dan lain-lain. Intinya guru tidak mau dikekang oleh aturan yang tidak sesuai dengan kemauan.
Senada dengan delapan poin di atas, mengutip dari buku saku tanya jawab RPP Kemdikbud tahun 2020, menyebutkan bahwa yang menjadi pertimbangan penyederhanaan RPP adalah Guru-guru sering diarahkan untuk menulis RPP dengan sangat rinci sehingga banyak menghabiskan waktu yang seharusnya bisa lebih difokuskan untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri.
Harapannya, semoga RPP yang sederhana (1halaman) itu mampu menjawab masalah yang dihadapi guru dalam meningkatkan kualitas Proses Belajar Mengajar di kelas.
B. Perbedaan RPP Lama (sesuai SK Permen 22 Thn 2016) Dengan RPP Baru (Surat Edaran Mendikbud no.14 Thn 2019)
Kali ini kita akan melihat dan mengupas perbedaan antara RPP lama (Permen 22 thn 2016) dengan RPP baru (SE 14 thn 2019).
Salah satu hal yang menjadi sorotan dalam kebijakan merdeka belajar oleh Mendikbud selain dihapuskannya UN adalah masalah RPP. Mendikbud merombak komponen dan format penyusunan RPP karena yang paling penting dalam RPP adalah pelaksanaan bukan sebatas administrasi.
Dirangkum dari sumber terpercaya, berikut ini merupakan perbedaan RPP model lama dengan RPP model baru dalam 2 segi yaitu :
Perbedaan RPP Lama dan Baru Dari segi komponen-komponennya
RPP model lama sesuai Permendikbud no 22 tahun 2016 terdapat 13 komponen yaitu :
1. Identitas sekolah;
2. Identitas mata pelajaran;
3. Kelas/semester;
4. Materi pokok;
5. Alokasi waktu;
6. Tujuan pembelajaran;
7. Kompetensi dasar dan IPK;
8. Materi pembelajaran;
9. Metode pembelajaran;
10. Media pembelajaran;
11. Sumber belajar;
12. Langkah-langkah pembelajaran;
13. Penilaian hasil pembelajaran.
Sedangkan dalam RPP terbaru sesuai SE Mendikbud tahun 2019 hanya tiga komponen saja yaitu :
1. Tujuan pembelajaran
2. Langkah-langkah pembelajaran
3. Penilaian hasil pembelajaran
RPP baru : Hanya 3 komponen inti yaitu Tujuan, Langkah-Langkah dan Penilaian Pembelajaran.
Intinya RPP model baru lebih ringkas atau simpel, cukup satu halaman. Namun bukan berarti harus satu halaman. Menurut tanggapan penulis, satu halaman dalam hal ini jika memang kalimat-kalimatnya sudah cukup mencakup ketiga komponen utama di atas. Apabila masih kurang dapat ditambah ke halaman selanjutnya.
RPP model baru lebih ringkas atau simpel, cukup satu halaman
Sebagai contoh ada dua baris atau lebih kalimat dalam RPP yang tidak muat dalam satu halaman, tidak mungkin dihapus demi mendapatkan satu lembar.
Selanjutnya ketiga komponen tersebut bisa juga ditambah dengan komponen lain apabila dirasa penting oleh guru yang bersangkutan. Artinya guru bebas membuat RPP yang penting mencakup komponen utamanya.
Perbedaan RPP Lama dengan RPP Baru Dari segi standar dan format penulisan
Dalam RPP model terbaru tidak ada standar baku untuk format penulisan RPP. Guru bebas membuat, memilih, mengembangkan, dan menggunakan RPP sesuai dengan prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada murid.
RPP baru : Guru bebas membuat, memilih, mengembangkan, dan menggunakan RPP sesuai dengan prinsip efisien, efektif, dan berorientasi pada murid.
Efisien berarti penulisan RPP dilakukan dengan tepat dan tidak menghabiskan banyak waktu dan tenaga.
Efektif berarti penulisan RPP dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Berorientasi pada murid berarti penulisan RPP dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan, ketertarikan, dan kebutuhan belajar murid di kelas.
Selanjutnya Guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP diantaranya :
- Bentuk deskripsi
- Bentuk tabel
- Bentuk perpaduan deskripsi dan tabel
RPP baru : Formatnya bebas dibuat guru dalam 3 bentuk yaitu Bentuk Deskripsi, Tabel atau perpaduan keduanya.
Dengan RPP yang efisien dan efektif, guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri.
Itulah rangkuman Perbedaan RPP model lama (Permendikbud no.22 thn 2016) dengan RPP baru (Surat Edaran Mendikbud no. 14 thn 2019).
Referensi :
Bowo, Sugiharto. 2020. Asessmen Kompetensi Minimal dan RPP Sederhana. Powerpoint. Disampaikan dalam pelatihan Kurikulum 2013 Raja Ampat.
Kemdikbud. 2020. Penyusunan RPP Kurikulum 2013 (Berdasarkan Se No 14 Tahun 2019). Jakarta : Kemdikbud
Kemdikbud. 2020. Buku Saku Tanya Jawab RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : Jakarta : Kemdikbud
Salam Profesi Guru!!
Mohon maaf apabila ada yang salah, koreksi Anda adalah mutu demokrasi.
Terimakasih
Komentar