Mobilitas penduduk merupakan gejala dan fenomena sosial yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yaitu gerak perpindahan penduduk dari satu unit geografis (wilayah) ke dalam unit geografis lainnya.
Proses pergerakan penduduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu permanen dan nonpermanen. Individu yang melakukan mobilitas disebut migran. Salah satu cara yang cukup mudah dan sederhana untuk mengetahui apakah seseorang termasuk migran atau bukan adalah dengan membandingkan antara tempat kelahiran dengan tempat tinggalnya. Jika lokasi tempat kelahiran berbeda dengan tempat tinggal, termasuk seorang migran, sedangkan jika lokasinya sama maka dia adalah penduduk asli (nonmigran).
Mobilitas Permanen (Migrasi)
Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan atau daya mobilitas paling tinggi jika dibandingkan dengan organisme lainnya di muka bumi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan ekonomis, pendidikan, keamanan, atau alasan-alasan sosial lainnya sering kali manusia pindah dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, kemudian menetap di tempat tujuan.Bentuk pergerakan penduduk semacam ini disebut mobilitas permanen atau migrasi.
Secara umum dikenal dua macam mobilitas permanen, yaitu: Migrasi internasional dan migrasi nasional.
a. Migrasi Internasional
Migrasi internasional merupakan proses perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Migrasi internasional dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu imigrasi, emigrasi, dan remigrasi.
Imigrasi adalah perpindahan penduduk masuk ke suatu negara, atau dapat pula didefinisikan sebagai proses masuknya warga negara asing ke sebuah negaradisebut imigran.Dampak positif dari imigrasi adalah dapat membantu memenuhi kekurangan tenaga ahli, menambah solidaritas antarbangsa, adanya pengenalan ilmu dan tekhnologi dapat mempercepat alih tekhnologi. Dampak negatif imigrasi adalah masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, imigran yang masik adakalanya diantara mereka memiliki tujuan yang tidak baik, seperti penyebaran nartkoba dan bertujuan politik.
Emigrasi adalah proses perpindahan penduduk keluar dari suatu negara, seperti warga negara Indonesia bermigrasi dan menetap di negara Malaysia. Orang yang melakukan emigrasi disebut emigran. Dampak positif emigrasi adalah dapat menambah devisa negara, terutama dengan penukaran mata uang asing, dapat memperkenalkan kebudayaan kepada bangsa lain, dan dapat mengurangi ketergantungan tenaga ahli dari luar negeri. Dampak negatif emigrasi adalah emigran yang tidak resmi dapat memperburuk citra negara serta kekurangan tenaga terampil dan ahli bagi negara yang ditinggalkan.
Remigrasi adalah proses kembalinya penduduk ke negara asalnya setelah pindah dan menetap di negara asing.
b. Migrasi nasional
Migrasi nasional merupakan bentuk perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lainnya dalam satu negara. Secara umum bentuk-bentuk migrasi internal yang biasa dijumpai di Kepulauan Indonesia antara lain urbanisasi, ruralisasi, dan transmigrasi.
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari kawasan perdesaan ke wilayah perkotaan, sedangkan orang yang melakukan urbanisasi dinamakan urbanisan.
Ruralisasi merupakan bentuk perpindahan penduduk dari kota ke desa.
Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduknya ke daerah yang jarang penduduknya.
a) Urbanisasi
Gejala urbanisasi berawal dari adanya ketimpangan pemerataan pembangunan antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Di satu pihak akselerasi peningkatan ekonomi dan pembangunan di wilayah perkotaan berjalan relatif lebih cepat dan merambah hampir semua sektor kehi dupan, kecuali bidang pertanian. Adapun di lain pihak pembangunan di perdesaan cenderung berjalan dengan lamban.
Akibatnya, tingkat kesejahteraan masyarakat kota dirasakan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan penduduk desa. Kondisi ini memacu penduduk desa untuk pergi mengadu nasib ke kota, dengan harapan akan mendapat penghidupan yang jauh lebih layak dibanding kan di desa.Sebagai suatu bentuk interaksi kota dan desa, urbanisasi dipengaruhi oleh dua faktor utama yang dikenal dengan istilah faktor pendorong (push factors) dan faktor penarik (pull factors).
b) Faktor Pendorong Urbanisasi
Wilayah perdesaan dengan segala keterbatasan dan permasalahannya merupakan faktor pendorong terjadinya gejala urbanisasi. Beberapa permasalahan sosial di wilayah perdesaan yang menjadi daya dorong urbanisasi antara lain sebagai berikut:
(1) Menyempitnya lahan pertanian yang menjadi mata pencarian utama sebagian besar penduduk perdesaan.
(2) Perubahan fungsi lahan dari kawasan pertanian menjadi lahan permukiman penduduk, pembangunan fasilitas sosial, atau menjadi kawasan industri.
(3) Jumlah penduduk perdesaan yang semakin tinggi memerlukan pekerjaan yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan lapangan kerja di sektor pertanian semakin berkurang akibat menyempitnya lahan.
(4) Tingkat upah kerja di desa umumnya relatif lebih kecil jika dibanding kan dengan di kota.
(5) Harapan masyarakat desa untuk meningkatkan taraf hidup dan status ekonomi dengan bekerja di kota.
(6) Fasilitas sosial, seperti jenjang pendidikan, kesehatan, olah raga, dan hiburan di wilayah perdesaan relatif terbatas.
c) Faktor Penarik Urbanisasi
Di lain pihak, kota dengan berbagai fasilitas dan kemajuannya merupakan faktor penarik bagi masyarakat untuk melakukan urbanisasi. Beberapa contoh daya tarik wilayah perkotaan yang mengakibatkan tingginya arus urbanisasi antara lain sebagai berikut.
(1) Kota yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas sosial yang lebih memadai tentunya banyak memberikan kemudahan bagi warganya dalam melakukan aktivitas sosial sehari-hari.
(2) Lapangan pekerjaan di kota yang lebih beragam terutama dalam sektor industri dan jasa dengan upah relatif tinggi dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.
(3) Tersedianya fasilitas pendidikan yang lebih memadai baik dari jenjang maupun jumlah lembaga pendidikan.
(4) Tersedianya fasilitas kesehatan, olah raga, hiburan, dan rekreasi dengan jumlah dan kualitas yang lebih baik.
d. Dampak Negatif (permasalahan) Urbanisasi
Sebagai suatu gejala yang terjadi di masyarakat, urbanisasi tentu nya memberikan dampak atau pengaruh berupa permasalahan-permasalahan sosial bagi wilayah perdesaan dan perkotaan. Beberapa permasalahan yang dapat timbul sebagai akibat tingginya arus urbanisasi antara lain sebagai berikut.
- Wilayah perdesaan banyak kehilangan tenaga kerja produktif karena banyaknya orang yang pergi ke kota.
- Lahan-lahan potensial di perdesaan banyak yang terlantar.
- Meningkatnya gejala urbanisme pada masyarakat desa, yaitu pola dan gaya hidup yang meniru masyarakat kota.
- Proses pembangunan desa terhambat karena salah satu modal dasar pembangunan, yaitu tenaga kerja yang terdidik atau terlatih banyak yang melakukan urbanisasi.
- Persentase jumlah dan kepadatan penduduk kota meningkat dengan cepat.
- Tingkat pengangguran meningkat karena banyak penduduk desa yang tidak terserap oleh lapangan kerja yang ada.
- Tingkat kriminalitas tinggi.
- Timbulnya permukiman-permukiman kumuh (slum area), seperti sepanjang rel kereta api yang dihuni oleh penduduk urbanisan yang gagal mendapat kehidupan yang layak di kota.
e. Upaya menekan tingginya Urbanisasi
Untuk menekan tingginya arus urbanisasi diperlukan langkah dan upaya secara terpadu antara pihak pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.
- Meningkatkan pembangunan ke wilayah perdesaan.
- Meningkatkan jumlah dan kualitas sarana komunikasi dan transportasi sampai ke pelosok desa.
- Meningkatkan fasilitas-fasilitas sosial di perdesaan.
- Mengalihkan kegiatan ekonomi utama dari sektor agraris pada bidang non agraris yang banyak menyerap tenaga kerja.
Transmigrasi
Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduknya ke daerah yang jarang penduduknya atau dengan alasan-alasan yang dianggap perlu oleh negara di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sebagian besar penduduk Indonesia terkonsentrasi di tiga pulau utama, yaitu Jawa, Madura, dan Bali (Jambal). Untuk mengatasi ketimpangan distribusi penduduk pada ketiga wilayah tersebut, pemerintah menentukan daerah tujuan utama transmigrasi menjadi tiga region.
Tujuan Transmigrasi
Adapun tujuan utama yang ingin dicapai melalui program transmigrasi antara lain sebagai berikut.
(1) Pemerataan pembangunan dan persebaran penduduk.
(2) Pemerataan memeroleh pendapatan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk.
(3) Peningkatan produksi yang mengolah sumber daya alam yang tersedia di daerah baru.
(4) Mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.
(5) Memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
(6) Meningkatkan pertahanan dan keamanan nasional.
5 Jenis Transmigrasi
Berdasarkan bentuk dan penyelenggaraannya, transmigrasi dibedakan menjadi lima jenis, yaitu sebagai berikut.
a) Transmigrasi Umum, yaitu jenis transmigrasi yang diselenggarakan dan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah. Dalam program ini, pemerintah memberikan beberapa fasilitas kepada para transmigran, antara lain:
- biaya perjalanan sepenuhnya ditanggung pemerintah;
- pemerintah memberikan bantuan biaya hidup bagi para transmigran selama 18 bulan pertama;
- penyediaan rumah tinggal;
- penyediaan lahan garapan seluas dua hektar;
- bantuan bibit dan alat-alat pertanian.
b) Transmigrasi Bedol Desa, yaitu bentuk transmigrasi yang di laksanakan terhadap semua penduduk suatu desa secara bersama-sama dengan perangkat pemerintahan desa tersebut. Jenis transmigrasi bedol desa dilakukan jika di suatu daerah terkena bencana alam atau adanya program pemerintah bagi peningkatan kesejahteraan penduduk, seperti pembuatan jalan, bendungan untuk PLTA atau irigasi, dan perluasan daerah penghijauan.
c) Transmigrasi Spontan (Swakarsa Mandiri), yaitu jenis transmigrasi yang diselenggarakan dan dibiayai sepenuhnya oleh para trasmigran.
d) Transmigrasi Sektoral, yaitu jenis transmigrasi yang dilaksanakan antar departemen.
e) Transmigrasi Lokal, yaitu jenis transmigrasi yang pelaksanaannya masih dalam satu kawasan provinsi.
Adanya program pemerintah melalui transmigrasi merupakan langkah nyata dalam upaya melakukan pemerataan penduduk di Indonesia. Melalui program transmigrasi diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat untuk mampu bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi dan ketersediaan sumber daya alam yang semakin terbatas jumlahnya.
Mobilitas Non Permanen
Pada dasarnya tidak semua penduduk yang bergerak atau mengadakan mobilitas dari suatu wilayah ke wilayah lainnya bertujuan untuk menetap di wilayah yang dikunjunginya. Ada kalanya mereka berpindah untuk sementara waktu, baik dalam durasi waktu harian (pulang-pergi), mingguan, bulanan, atau mungkin lebih lama lagi.
Proses perpindahan penduduk semacam ini dinamakan mobilitas non permanen. Berdasarkan lamanya waktu di tempat tujuan, mobilitas non permanen dibedakan menjadi dua, yaitu komutasi dan sirkulasi.
Komutasi merupakan bentuk mobilitas penduduk non permanen secara ulang-alik (pergi-pulang) tanpa menginap di tempat yang dituju, atau dengan kata lain waktu yang dibutuhkannya kurang dari 24 jam. Orang yang melakukan proses komutasi dinamakan komuter atau penglaju. Sebagai contoh seseorang yang bekerja di Jakarta, sedangkan tempat tinggalnya di kota Bogor atau Bekasi. Dengan kemajuan prasarana dan sarana transportasi, jarak antara kedua kota tersebut dirasakan tidak terlalu jauh. Oleh karena itu, terjadi aktivitas pergi pagi hari untuk bekerja dan pulang sore atau senja tanpa harus menginap di Jakarta.
Sirkulasi adalah jenis mobilitas penduduk non permanen tetapi sempat menginap di tempat tujuan atau mobilitas non permanen musiman. Orang yang melakukan sirkulasi dinamakan sirkuler. Waktu yang dibutuhkan untuk sirkulasi berbeda-beda. Ada yang hanya beberapa hari, namun ada pula yang memakan waktu lama.
Upaya Pengendalian Mobilitas Penduduk
Dalam pasal 34 Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dinyatakan bahwa negara menghormati hak penduduk untuk bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah RI sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Meskipun demikian, diperlukan upaya pengendalian mobilitas dalam arti positif, diantaranya sebagai berikut:
Perlu kerjasama internasional baik melalui PBB, baik negara pengirim dan penerima migran internasional ke dan dari Indonesia sesuai dengan perjanjian internasional yang telah diterima dan disepakati pemerintah.
1. Pemerataan pembangunan antarwilayah sehingga penduduk tidak terkonsentrasi pada salah satu wilayah
2. Pembangunan industri di luar Pulau Jawa yang mempunyai potensi sumber daya alam
3. Pembangunan industri di luar Pulau Jawa yang mempunyai potensi sumber daya alam
4. Penyebaran penduduk ke daerah-daerah perbatasan antarnegara dan daerah tertinggal serta pulau-pulau kecil terluar
"MOBILITAS PENDUDUK : Permanen dan Non Permanen"
"Mobilitas permanen (Migrasi) : Migrasi Internasional dan Migrasi Nasional"
"Mobilitas Non Permanen : Komutasi, Sirkulasi"
"Migrasi Internasional : Imigrasi, Emigrasi, Remigrasi"
"Migrasi Nasional : Urbanisasi, Ruralisasi, Transmigrasi"
Referensi
http://ghozaliq.com/2013/09/10/mobilitas-penduduk/
http://www.cpuik.com/2014/08/penjelasan-mobilitas-penduduk.html)
Eni Anjayani, Tri HAriyanto 2009. BSE Geografi SMA dan MA Kelas X. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. (hal 116-127)
Wardiyatmoko, K. 2014. Geografi Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta : Erlangga
Harmanto, Gattot, K.2013.Geografi Untuk SMA/MA XI. Jakarta : Erlangga
Komentar