Langsung ke konten utama

Opini "KESALAHAN GURU DALAM MENILAI SISWA"

Kesalahan Guru dalam Menilai Siswa

Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam proses belajar di sekolah. Ada anak yang pintar di bidang studi Matematika, ada yang pintar Bahasa Inggris, atau ada yang pintar Penjaskes atau bidang studi lainnya. Bahkan ada yang pintar di beberapa bidang studi misalnya sudah pintar Matematika, juga pintar bahasa Inggris dan mata pelajaran lainnya. Ada yang biasa-biasa saja di satu pelajaran tapi menonjol di pelajaran lain. 

Perbedaan itu adalah hal wajar karena kemampuan dari segi pengetahuan (kognitif) anak, bisa dipengaruhi banyak faktor seperti gen orangtua, guru, sarana sekolah, metode belajar, lingkungan, makanan, niat belajar dan lain sebagainya (tidak kita bahas di sini).

Nah, diantara perbedaan tersebut, sering sekali ranah kognitif (pengetahuan) dijadikan dasar utama menilai seorang anak. Anak pintar biasanya diidentikkan dengan anak yang memiliki sikap positif seperti rajin kerja PR, tidak bolos, tidak merokok dll. Sedangkan anak 'kurang pintar' diidentikkan dengan anak yang memiliki sikap negatif seperti membolos, merokok, tidak pernah kerja PR dll, atau kita sebutlah anak 'nakal'. 

Memang gampang membedakan anak yang pintar dan 'kurang pintar' dari nilai kognitifnya, tapi nilai kognitif seakan-akan membuat anak yang 'kurang pintar' menjadi tersisih dalam percaturan masa depan karena sudah terlanjur dicap nakal.

Ada suatu dilema sewaktu memberikan penilaian terhadap anak yang nakal. Anak nakal yang kita maksud pada umumnya memiliki “image” jelek, misalnya nilai pengetahuannya tidak lulus KKM (kemampuannya di bawah rata-rata), bajunya keluar blus, sering bolos, perokok, tidak mengerjakan PR, dan lain-lain yang selalu bermakna negatif. Citra negatif yang sudah menjadi penilaian umum guru dan masyarakat terhadap anak nakal memang ada betulnya, tetapi banyak juga salahnya. Salahnya dimana? Mari kita lanjutkan.
Manusia sudah memiliki porsi masing-masing yang dianugerahkan oleh sang Kuasa
Manusia sudah memiliki porsi masing-masing yang dianugerahkan oleh sang Kuasa. Ada yang jadi presiden, ada yang jadi pegawai negeri, polisi, TNI atau petani dan lain sebagainya. Tidak mungkin semua orang jadi presiden, jadi tentara, atau jadi polisi. Semua manusia sudah punya “garis tangan” mulai sejak lahir. Artinya tidak akan mungkin seseorang dipaksakan jadi seorang guru kalau memang dia itu tercipta jadi seorang Atlet sepakbola. Tidak mungkin seseorang dipaksakan jadi seorang petinju sementara dia tercipta jadi seorang koki. Ibarat gerbang tol, setiap mobil sudah punya gardu/gerbang masing-masing. Istilahnya tau diri atas milik/jati diri masing-masing.

Kembali ke persoalan anak nakal tadi. Anak nakal dengan citra negatifnya sering menjadi disisihkan oleh guru karena ada anggapan memang segitulah kemampuannya. Atau ada anggapan lain bagaimanapun cara mengajarinya, dia akan tetap seperti itu. Itu memang anggapan yang sah saja karena memang anggapan itu berdasar pada nilai kognitif (pengetahuan), bukan dilihat dari sisi lain misalnya keterampilan (psikomotorik) atau talenta lain yang dimiliki anak nakal tersebut.

Hal yang menjadi fokus kita adalah bagaimana menggali kemampuan lain dari seorang anak agar citra negatif dari kenakalannya tidak dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilannya yang membuat anak tersebut seakan disisihkan dalam proses belajar mengajar.
Jika kita buat suatu pengandaian, si anak baik (pintar) suatu saat menjadi seorang menteri, dan si anak nakal (kurang pintar) menjadi seorang tukang bangunan, memang profesi mereka sangat jauh berbeda.

Mungkin orang menganggap bahwa si anak baik (pintar) lebih sukses daripada si anak nakal (kurang pintar). Padahal itu salah. Seperti yang dikatakan sebelumnya porsi manusia sudah ditetapkan. Jika si anak baik (pintar) menjadi seorang menteri bukan berarti dia yang lebih sukses dari si anak nakal (kurang pintar), melainkan kedua anak tersebut telah berada di porsi masing-masing yang menunjukkan bahwa jalan mereka berbeda.

Si anak nakal walaupun jadi tukang bangunan tetapi dia memiliki talenta dan potensi besar di bidang seni yang belum tentu dimiliki si anak baik. Itulah yang menjadi pertimbangan bahwa menilai masa depan anak jangan dipandang hanya dari segi kognitif tetapi dilihat dari sisi lain sehingga ke depan walaupun seorang anak nilainya tidak lulus KKM, mungkin dari segi keterampilan dan ekstrakurikuler dia memiliki potensi yang dapat diandalkan.

Artinya anak nakal yang kognitifnya rendah jangan langsung dianggap tidak mampu belajar sehingga disisihkan/diasingkan melainkan diberikan suatu pembelajaran di bidang lain yang membuatnya menjadi pribadi yang berguna kelak di masyarakat. Misalnya si anak nakal nilainya rendah di  semua mata pelajaran tetapi praktek Olahraga dia sangat baik, maka yang perlu digali adalah kemampuannya di bidang olahraga. Mungkin saja dia lihai main bola kaki yang membuatnya sukses kelak menjadi pemain bola profesional seperti Messi dan Ronaldo.

Tidak ada anak yang sempurna, tetapi semua punya talenta dan talenta seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Maka sebaiknya anak-anak nakal dididik sesuai porsinya agar talenta yang dimilikinya membuatnya berada pada porsi yang tepat sesuai masa depan bukan menjadi tersisih dalam pembelajaran.
 
Penulis Bersama Juara 1, 2 dan 3 Lomba Renang SMP. Mereka punya talenta jago berenang dari sejak usia 6 tahun. (dari kiri : Ahmad Rozali, Abd. Basir, Melkianus) 2019

Penulis sebagai guru berprinsip walaupun mereka tidak bisa menerima pelajaran saya, tidak apa-apa. Mungkin talenta mereka memang bukan menjadi anak yang pintar tetapi menjadi atlet dan olahragawan yang sukses ke depan. Seorang atlet juga bisa sukses seperti The Minions, Boaz Solossa, Cristiano Ronaldo, Lionel Messi dan lain-lain.

Itulah sekelumit kisah dan gambaran tentang nilai pengetahuan yang "tinggi" tak serta merta lebih sukses daripada siswa yang bernilai pengetahuan "rendah", dengan sebuah quote terbaik :
Biarkanlah anak-anak berkembang sesuai talenta mereka, jangan dipaksakan karena tidak ada gunanya.
Salam [It's Just my Opinion]♥️
M.R.Sihombing

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menentukan Letak Astronomis suatu Wilayah pada Peta

Letak atau Lokasi suatu wilayah berdasarkan lintang dan bujur disebut dengan letak astronomis. Garis Lintang 0 0 disebut dengan garis Khatulistiwa (equator) yang membagi bumi menjadi bagian utara yang disebut dengan Lintang Utara (LU) dan bagian selatan yang disebut dengan Lintang Selatan (LS). Garis lintang menjadi dasar pembagian iklim yang didasarkan pada sudut datang matahari, sedangkan garis bujur 0 0 yang berada di kota Greenwich membagi belahan bumi menjadi belahan bumi Barat yang dikenal dengan Bujur Barat (BB) dan belahan bumi Timur yang dikenal dengan Bujur Timur (BT). Garis bujur 0 0 yang dipergunakan sebagai dasar pembagian waktu di berbagai wilayah (negara). Garis lintang dan bujur merupakan garis khayal artinya kita tidak menjumpai garis ini secara nyata di bumi. Garis Lintang kenampakannya horizontal, sedangkan Garis Bujur kenampakannya vertikal pada peta atau globe. Berdasarkan konsep Geografi, letak/lokasi terbagi dua yaitu letak absolut dan letak relat...

Menentukan Perbedaan Waktu antar Wilayah di Muka Bumi

Salam Geografi!! Saudara sekalian pasti pernah menonton siaran bola liga Inggris, Liga Spanyol atau Liga Eropa lainnya pada saat malam atau dini hari bukan?. Nah kalau kita bayangkan mengapa mereka main bola saat malam larut atau disaat kita di Indonesia sudah tertidur. Tentunya sebagai orang yang telah mempelajari geografi, tidak akan merasa heran lagi atau sudah memahami mengapa demikian. Bagi orang awam mungkin saja mereka berpikiran kalau memang pertandingan itu memang dilaksanakan pada jam saat menonton di Indonesia, padahal mereka itu main bola pada saat sore hari atau bukan larut malam. Dasar teorinya adalah Eropa berada pada belahan bumi Barat, sedangkan Indonesia berada pada belahan bumi Timur. Sehingga kalau di Indonesia malam hari, kemungkinan di Eropa Siang hari, demikian sebaliknya. Pada Postingan sebelumnya yaitu "menentukan letak astronomis suatu wilayah pada peta", telah disinggung mengenai garis lintang dan bujur.  Garis bujur menjadi dasar pembe...

Mengubah Skala Garis Menjadi Skala Angka

Topik tentang skala merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sebuah peta. Gambaran permukaan bumi yang relatif luas dapat digambarkan di sebidang kertas karena diperkecil dengan menggunakan skala tertentu, tergantung berapa kali luas yang sebenarnya diperkecil dan seberapa besar peta yang akan digambar. Semakin kecil peta yang akan digambarkan maka skalanya akan semakin besar, demikian sebaliknya. Misalnya sebuah peta X yang akan diperkecil 4x skala nya akan lebih besar dibandingkan peta yang diperkecil 2x. Skala adalah perbandingan jarak di peta dengan jarak sebenarnya/sesungguhnya di lapangan. Jadi dapat dirumuskan sebagai berikut : Untuk mencari jarak sebenarnya (JS) jika diketahui jarak pada peta (JP) dan skala (SK) adalah jarak pada peta dikali dengan penyebut skala. JS = JP x SK sedangkan mencari jarak pada peta (JP)  jika diketahui jarak sebenarnya(JS) dan skala (SK) adalah jarak sebenarnya dibagi penyebut skala. JP = JS/SK Skala yang sering dijumpai pada pe...