Langsung ke konten utama

Contoh Penelitian Tindakan Kelas Kurikulum 2013 (BAB II)

BAB II
KAJIAN TEORI

A.  Kerangka Teori
1.    Konsep Belajar dan Pembelajaran
Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984)  mengemukakan bahwa belajar  merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Dapat dikatakan belajar membuat manusia menjadi semakin berubah ke arah positif atau kemajuan.
Sejalan dengan itu menurut Nana Sudjana (2002), pada hakikatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan suatu dunia komunikasi tersendiri dimana guru dan siswa bertukar pikiran untuk mengembangkan ide dan pengertian. belajar ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa pembelajar. Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai hasil belajar sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan belajar siswa merupakan akibat dari tindakan pendidikan atau pembelajaran. Proses belajar siswa tersebut menghasilkan perilaku yang dikehendaki, suatu hasil belajar sebagai dampak pengajaran.

8
 
Demikian halnya menurut Abdurrahman (2003) yang mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relative menetap. Slameto (2003) menyatakan, bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Pembelajaran artinya suatu proses belajar yang terjadi karena adanya guru sebagai pengajar dan pendidik dan adanya murid atau peserta didik sebagai yang diajar atau sebagai penerima ilmu pengetahuan atau keterampilan. Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000).
a. Proses Belajar dalam Kurikulum 2013
Siswa mengalami suatu proses belajar. Dalam proses tersebut, siswa menggunakan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk mempelajari bahan belajar. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan, adanya evaluasi dan keberhasilan belajar, menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan dirinya, sehingga akan mendorong keingintahuan dan kebutuhan siswa dalam belajar (Dimyati, dkk., 2009).
Menurut Bruner (Nasution, 2005) dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni (1) informasi, (2) transformasi, (3) evaluasi. Informasi diperoleh dalam tiap pelajaran, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya, misalnya bahwa tidak ada energi yang lenyap. Informasi yang didapat harus dianalisis, diubah atau ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan. Kemudian dilakukan Evaluasi untuk menilai manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar, ketiga episode ini selalu terdapat. Yang menjadi masalah ialah berapa banyak informasi diperlukan agar dapat ditransformasi. Lama tiap episode tidak selalu sama. Hal ini antara lain bergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi belajar siswa, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri (Nasution, 2005).
Menurut Permendikbud no. 81 A tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
a. mengamati;
b. menanya;
c. mengumpulkan informasi;
d. mengasosiasi; dan
e. mengkomunikasikan.
            Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductivereasoning).
Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik.Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan.Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.
b. Aktivitas Belajar
            Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Aktivitas belajar siswa merupakan indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Menurut Sardiman (2009) menyatakan bahwa aktivitas belajar adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman sendiri.
            Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan fisik berupa ketrampilan-ketrampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa ketrampilan terintegrasi. Ketrampilan dasar yaitu mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan (Juliantara, 2010).
            Sementara menurut Diedrich (dalam Sardiman 2009) terdapat beberapa macam aktivitas belajar siswa diantaranya adalah:
1.    Aktivitas melihat (Visual Activities) yang termasuk didalamnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2.    Aktivitas lisan (Oral Activities) seperti merumuskan, menyatakan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3.    Aktivitas mendengar (Listening Activities) sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
4.    Aktivitas menulis (Writing Activities), seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5.    Aktivitas menggambar (Drawing Activities) misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6.    Aktivitas gerak (Motor Activities) yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
7.    Aktivitas mental (Mental Activities) sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8.    Aktivitas emosi (Emotional Activities) seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
c.  Hasil Belajar
Belajar terjadi hanya dapat diketahui bila ada sesuatu yang diingat dari apa yang dipelajari itu. Suatu fakta yang dipelajari harus dapat diingat dengan baik segera setelah diajarkan. Akan tetapi dalam jangka waktu tertentu dapat terjadi perubahan, karena yang diingat itu dapat dilupakan sebagian atau seluruhnya. Faktornya : jumlah hal yang dipelajari dalam waktu tertentu, adanya kegiatan-kegiatan lain sesudah belajar yang merupakan “interference” yang mengganggu apa yang diingat itu, waktu yang lewat setelah berlangsungnya belajar itu, yang juga dapat mengandung kegiatan yang mengganggu (Nasution, 2005).
Perilaku siswa merupakan hasil dari proses belajar. Perilaku tersebut dapat berupa perilaku yang dikehendaki ataupun tidak. Hanya perilaku yang dikehendaki diperkuat dengan latihan atau aplikasi. Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa (Dimyati, dkk., 2009).
Abdurrahman (2003:37) mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Setiap orang melakukan kegiatan belajar pasti ingin mengetahui hasil belajar yang dilakukan. Siswa dan guru merupakan orang yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Setelah proses pembelajaran berlangsung, guru selalu mengadakan evaluasi terhadap siswa dengan tujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang dipelajari.
Hasil evaluasi merupakan hasil belajar bagi siswa dalam proses pembelajaran. Hasil belajar dipandang secara umum sebagai perwujudan nilai-nilai yang diperoleh siswa melalui proses belajar mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar adalah penguasaan hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah diperoleh sebagai pengertian, selain dapat menampilkan pemahaman dan penguasaan bahan pelajaran yang telah dipelajari (Hudojo, 1998).
Dalam kurikulum 2013, hasil belajar mengacu pada tiga kompetensi yaitu kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan. cakupan kompetensi lulusan secara holistik dirumuskan sebagai berikut:
1. Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Sikap:
Manusia yang memiliki pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya. Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan.
2. Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Keterampilan:
Manusia yang memiliki pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret. Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta.
3. Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Pengetahuan:
Manusia yang memiliki pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban. Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses: mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisa, dan mengevaluasi (Kemendikbud, 2014).
1) Penilaian Hasil Belajar
a) Penilaian Sikap
Peningkatan kompetensi atau hasil belajar siswa dapat dilihat melalui penilaian. Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri (self assessment), penilaian “teman sejawat” (peer assessment) oleh peserta didik, dan jurnal. Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Penilaian sikap yang dapat dilakukan oleh para guru dengan menilai perilaku sehingga penilaian sikap dilakukan dengan cara observasi perilaku. Perilaku seseorang pada umumnya menunjukkan kecenderungan seseorang dalam sesuatu hal. Kompetensi sikap pada pembelajaran Geografi yang harus dicapai peserta didik sudah terinci pada KD dari KI 1 dan KI 2. Guru Geografi dapat merancang lembar pengamatan penilaian sikap untuk masing-masing KD sesuai dengan karakteristik proses pembelajaran yang disajikan. Hasil observasi dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan. Contoh penilaian kompetensi sikap dalam pembelajaran Geografi (Kemendikbud, 2014).

b) Penilaian Pengetahuan
Penilaian pengetahuan dapat berupa tes tulis dan lisan. Instrumen tes tulis umumnya menggunakan soal pilihan ganda dan soal uraian. Pada pembelajaran Geografi yang menggunakan pendekatan scientific, instrumen penilaian harus dapat menilai keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS,“Higher Order thinking Skill”) menguji proses analisis, sintesis, evaluasi bahkan sampai kreatif. Untuk menguji keterampilan berpikir peserta didik, soal-soal untuk menilai hasil belajar Geografi dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik menjawab soal melalui proses berpikir yang sesuai dengan kata kerja operasional dalam taksonomi Bloom. Misalnya untuk menguji ranah analisis peserta didik pada pembelajaran Geografi, guru dapat membuat soal dengan menggunakan kata kerja operasional yang termasuk ranah analisis seperti menganalisis, mendeteksi, mengukur, dan menominasikan. Ranah evaluasi contohnya membandingkan, menilai, memprediksi, dan menafsirkan (Kemendikbud, 2014).
c) Penilaian Keterampilan
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik. Rubrik adalah daftar kriteria yang menunjukkan kinerja, aspek-aspek atau konsep-konsep yang akan dinilai dan gradasi mutu, mulai dari tingkat yang paling sempurna sampai yang paling buruk. Rubrik kunci adalah rubrik sederhana berisi seperangkat kriteria yang menunjukkan indikator esensial paling penting yang dapat menggambarkan capaian kompetensi peserta didik (Kemendikbud, 2014).


2. Model Pembelajaran Discovery Learning
Discovery mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah (Kemendikbud, 2014).
Pada Discovery Learning materi yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Penggunaan Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository peserta didik hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery peserta didik menemukan informasi sendiri (Kemendikbud, 2014). Metode yang digunakan untuk mendukung model ini addalah observasi lapangan dan diskusi.
Langkah-langkah pembelajaran model Discovery Learning adalah : perencanaan, pelaksanaan, dan sistem penilaian. Perencanaan pada model ini meliputi hal-hal sebagai berikut: menentukan tujuan pembelajaran, melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya), memilih materi pelajaran, menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi), mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik, mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik, melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik (Kemendikbud, 2014).
Menurut Syah (2004) dalam Kemendikbud (2014) bahwa dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut (1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan), Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada peserta didik agar tujuan mengaktifkan peserta didik untuk mengeksplorasi dapat tercapai, (2) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah), Setelah dilakukan stimulation guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah), (3) Data collection (pengumpulan data), pada saat peserta didik melakukan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Data dapat diperoleh melalui membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya, (4) Data processing (pengolahan data), kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan, (5) Verification (pembuktian), pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan, dihubungkan dengan hasil data processing.Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak, (6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi), tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Penilaian dapat berupa penilaian pengetahuan, keterampilan, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik. Jika bentuk penilaiannya berupa penilaian pengetahuan, maka dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik, maka pelaksanaan penilaian dapat menggunakan format penilaian sikap, penilaian proses dan hasil belajar (Kemendikbud, 2014).

3. Materi Pola Keruangan Desa dan Pola Keruangan Kota
a. Pola Keruangan Desa
1) Pengertian Desa

·         Menurut UU No. 5 tahun 1979, desa merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk, sebagai satu kesatuan hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah kecamatan dan mempunyai hak otonomi dalam ikatan Negara Republik Indonesia.
·         Menurut Sutardjo Kartohadikususmo (1953), seorang ahli sosiologi mengemukakan bahwa secara administratif desa diartikan seebagai satu kesatuan hukum dan didalamnya bertempat tinggal sekelompok masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
·         Menurut Bintarto, desa merupakan suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis sosial, ekonomi politik budaya dan memiliki hubungan timbal balik dengan daerah lain.
·         Menurut undang-undang nomor 22 tahun 1948 menyatakan bahwa desa adalah daerah yang terdiri dari satu atau lebih dukuh atau dusun yang digabungkan hingga merupakan suatu daerah yang memiliki syarat-syarat cukup untuk berdiri menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri.
·         Paul H. Landis, desa adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri; 1) mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal; 2) adanya ikatan perasaan yang sama tentang kebiasaan; 3) cara berusaha bersifat agraris dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor alam, seperti iklim, topografi, dan sumber daya alam.
·         Menurut Direktorat Jendral Pembangunan Desa (DirJen Bangdes 2010), suatu daerah dikatakan desa jika masih memiliki ciri khas yang dapat dibedakan dengan daerah lain di sekitarnya.
Desa memiliki empat ciri sebagai berikut:
·         Perbandingan lahan dengan manusia cukup besar.
·         Lapangan pekerjaan yang dominan adalah sektor pertanian (agraris).
·         Hubungan antar warga desa masih sangat akrab.
·         Masyarakat masih memegang teguh tradisi yang berlaku
·         Sektor agraris, seperti halnya pertanian menjadi ciri khas dari pedesaan
2) Potensi Desa
            Menurut Bintarto, dalam Daljoeni (1986), dalam pembentukan sebuah desa, terdapat tiga unsur atau komponen pokok, yaitu wilayah, penduduk, serta tata kehidupan. Ketiga komponen tersebut termasuk pada potensi desa yang memberikan kontribusi pada kemajuan desa.

 Berikut ini merupakan potensi desa.
a.       Komponen alam
Secara rinci, komponen-komponen alam yang ada di desa adalah sebagai berukut :
1)      Sumberdaya nabati, jenis hewan dan produksinya.
2)      Keadaan bentang alam. bentuk alam suatu daerah merupakan factor yang penting karena mempunyai hubungan erat dengan persebaran penduduk serta Lokasi desa.
3)      Luas desa. Wilayah desa meliputi luas lahan pertanian, pemukiman dan penggunaan lahan lainnya.
4)      Keadaan tanah. Keadaan tanah dapat mencirikan kesuburan lahan pertanian.
5)      Keadaan iklim. Keadaan iklim yang mencakup curah hujan, temperatur, kelembapan, penyinaran matahari, dan angin. Oleh karena sebagian besar masyarakat desa bermata pencarian sebagai petani, kondisi iklim merupakan factor yang penting.
6)      Ketersediaan memberi ciri pada bentuk ruang gerak (wilayah) manusia.
b.      Komponen manusia
Penduduk merupakan potensi bagi desa itu sendiri. Semakin banyak jumlah penduduk desa, terlebih penduduk usia produktif, semakin besar potensi desa tersebut.
c.       Tata kehidupan atau adat istiadat
Adat istiadat yang telah mekar merupakan factor yang cukup penting dalam menilai tingkat perkembangan suatu desa.Komponen-komponen pembangunan yang tidak didukung oleh adat istiadat menyebabkan perkembangan pembangunan desa tersebut megalami hambatan.

3) Unsur-Unsur Desa
Menurut R. Bintarto dalam bukunya “Pengantar Geografi Desa” paling sedikit ada tiga (3) unsur-unsur desa yang kita ketahui, yaitu: 
  • Daerah, suatu wilayah pedesaan pasti memiliki daerah tersendiri dengan berbagai aspeknya seperti lokasi, luas, bentuk lahan, keadaan tanah, keadaan tata air, dan lain-lain.
  • Penduduk, unsur penduduk yang perlu diperhatikan dalam memahami suatu desa antara lain jumlah, tingkat kelahiran, tingkat kematian, persebaran kepadatan, pertumbuhan, perbandingan jenis kelamin, mata pencaharian, struktur penduduk menurut umur dan sebagainya.
  • Tata kehidupan, tata kehidupan berkaitan erat dengan adat istiadat, norma-norma yang berlaku didaerah tersebut, pola pengaturan sistem pergaulan warga masyarakat dan pola-pola budaya daerah lainnya.
4) Ciri-Ciri Desa
Desa sebagai suatu kesatuan wilayah geografis tentu memiliki ciri-ciri khas yang dapat dibedakan dengan daerah-daerah lain disekitarnya.Ciri khas tersebut dapat berupa kondisi alamiah ataupun kondisi penduduknya. Menurut dirjen bangdes ciri-ciri wilayah pedesaan, antara lain:
  • Perbandingan lahan dengan manusia cukup besar, artinya bahwa lahan-lahan di wilayah pedesaan masih relatif luas dibandingkan dengan jumlah penduduk yang menepatinya sehingga kepadatan penduduk masih rendah
  • Lapangan kerja yang dominan adalah sektor pertanian (agraris)
  • Hubungan antar warga desa masih sangat akrab,
  • Sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku
Ciri-ciri wilayah pedesaan yang lainnya dikemukakan oleh Surjono Sukamto (1982). Dia memberikan ciri-ciri khas desa berdasarkan kondisi masyarakatnya,  antara lain:
  • Warga masyarakat pedesaan memiki hubungan kekerabatan yang kuat, karena umumnya berasal dari satu keturunan. Karena itu biasanya dalam suatu wilayah pedesaan, antara sesama warga masyarakat masih memiliki hubungan keluarga atau saudara.
  • Karena mereka berasal dari satu keturunan, maka corak kehidupannya bersifat gameinschaft, yaitu diikat oleh sistem kekeluargaan yang kuat. Selain itu penduduk desa juga merupakan masyarakat yang bersifat face to face group, artinya bahwa antara penduduk yang satu dengan yang lainnya saling mengenal.
  • Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari sektor pertanian dan perkebunan. Walaupun ada sebagian penduduk yang bekerja sebagai tukang kayu (buruh bangunan), tukang genteng, pamong desa ataupun lainnya, namun tetap pekerjaan pokoknya adalah petani, baik sebagai petani pemilik, penggarap ataupun buruh tani.
  • Cara bertani yang dilakukan oleh sebagian besar penduduk desa umumnya masih tradisional, sehingga hasilnya rata-rata hanya memenuhi kebutuhannya sendiri atau sering disebut subsistance farming.
  • Sifat gotong royong masih tertanam kuat pada warga masyarakat. Dalam sistem gotong rooyong ini, warga masyarakat tidak lagi memikirkan masalah untung rugi tetapi lebih mengutamakan unsur kekeluargaan dan kebersamaan.
  • Golongan orang-orang atau tetua kampung memegang peranan yang cukup penting dalam masyarakat, khususnya mengenai persoalan pelik.
  • Masyarakat desa masih memegang norma-norma agama secara kuat.
5) Klasifikasi Desa
Fungsi desa dapat dilihat dari dua segi, yaitu kedudukan desa sebagai bentuk pemerintahan terkecil di negara Indonesia dan desa dalam tinjauan region atau wilayah geografis, yaitu sebagai daerah “hinterland” atau daerah belakang yang mendukung keperluan masyarakat kota khususnya kebutuhan sumber bahan pangan.
Dilihat dari kedudukan desa sebagai suatu wilayah hinterland kota, daerah pedesaan berfungsi :
  • Wilayah sumber bahan pangan bagi masyarakat kota, sebab sebagian besar lahan di pedesaan dimanfaat sebagai daerah pertanian, baik pertanian sawah, pertanian lahan kering seperti sayur mayor dan plawija maupun pertanian hortikultura seperti buah-buahan dan bunga-bungaan. Produksi pertanian tersebut, selain dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hiupnya sehari-hari juga bisa dipasarkan ke kota.
  • Sumber daya manusia pedesaan usai produktif merupakan tenaga kerja. Beraneka ragam lapangan pekerjaan di wilayah kota banyak menyerap atau membutuhkan tenaga kerja. Selain itu proses pembangunan fisik di kota seperti pembangunan gedung-gedung, pembuatan jalan raya atau pembangunan lainnya banyak menyerap tenaga kerja khususnya tenaga kerja kasar seperti tukan gaji, tukang bangunan, pekerja pabrik dan lain-lain. Kebutuhan tenaga kerja tersebutseringkali dipenuhi penduduk yang berasal dari wilayah pedesaan.
  • Desa yang memiliki potensi keindahan alam dan kondisinya masih asri jauh  dari keramain kota dan polusi, kebudayaan masyarakat yang unik merupakan gaya tarik sektor pariwisatayang dapat mengundang para turis dari kota untuk datang berkunjung.
  • Desa juga merupakan pusat-pusat industri kecil dan industri kerajinan rakyat, seperti industri pengelolahan minuman dan makanan khas daerah, pengolahan hasil-hasil pertanian rakyat. Produksi dari sector industri ini seringkali di pasarkan di wilayah kota.
Berdasarkan tingkat pembangunan dan kemampuan mengembangkan potensi-potensi yang dimilkinya, desa yang diklasifikasikan menjadi:
  • Desa Swadaya atau desa Terbelakang. Desa swadaya dapat diartikan sebagai suatu wilayah pedesaan dimana hampir seluruh masyarakatnya memenuhi kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri. Masyarakat yang tinggal di wilayah ini sangat jarang atau bahkan tidak pernah berhubungan dengan masyarakat luar, sehingga proses kemajuanyang diperolah sebagai hasil interaksi dengan wilayah lainnya berjalan sangat lamban. Jenis desa ini biasanya terletak di lokasi-lokasi yang terpencil dan belum memiliki prasarana dan sarana transportasi yang dapat menghubungkan dengan wilayah lainnya.
  • Desa Swakarya. Masyarakat desa swakarya sudah lebih maju dibandingkan dengan desa swadaya. Selain untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, kelebihan produksi yang dihasilkan penduduk sudah mulai dijual ke daerah lainnya. Uang yang didapat dari hasil penjualan itu digunakan untuk membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi oleh penduduk setempat. Jadi pada desa swakarya, masyarakatnya sudah mulai mengadakan kontak atau hubungan dengan warga daerah lain, walaupun intensitasnya tidak terlalu sering.
  • Desa Swasembada atau Desa Maju. Desa swasembada yaitu desa yang sudah mampu mengembangkan semua potensi yang ada secara optimal. Desa jenis ini ditandai dengan kemampuan masyarakatnya mengadakan interaksi atau hubungan dengan masyarakat luar, melakukan tukar menukar barang dengan wilayah lain (fungsi perdagangan), serta kemampuan masyarakatnya untuk saling mempengaruhi dengan penduduk yang ada wilayah lain. Dari hasil interaksi ini, masyarakat yang tinggal di desa swasembada mampu menyerap teknologi baru untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki, sehingga proses pembangunan dapat berjalan dengan baik.

8) Bentuk dan Pola Tata Guna Lahan Desa
Dilihat dari bentuknya, pola persebaran desa dapat di bedakan atas:
  • Bentuk desa yang linier atau memanjang mengikuti jalur jalan raya atau alur sungai. Pola persebaran desa semacam ini dapat kita temui di daerah yang merupakan areal pedataran, terutama di dataran rendah. Maksud dari pola desa yang memanjang atau linier tersebut adalah untuk mendekati prasarana transportasi (jalan atau sungai), sehingga memudahkan untuk berpergian ketempat lain apabila ada keperluan. Selain itu juga untuk memudahkan pergerakan barang dan jasa.
  • Bentuk desa yang memanjang mengikuti garis pantai Di daerah-daerah pantai, pola persebaran desa biasanya memanjang mengikuti arah garis pantai.
  • Bentuk desa yang terpusat. Bentuk desa yang memusat terdapat di wilayah pegunungan yang dihuni oleh penduduk yang berasal dari satu keturunan yang sama, sehingga umumnya semua warga masyarakat di daerah itu adalah keluarga atau kerabat. Dusun-dusun yang terdapat di desa yang bentuknya terpusat biasanya sedikit saja, yaitu tidak lebih dari 40 rumah.
  • Bentuk desa yang mengelilingi fasilitas tertentu. Bentuk desa semacam ini terdapat di dataran rendah dan memiliki fasilitas-fasilitas umum yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat, misalnya mata air, danau, waduk, atau fasilitas lainnya.
Selain dimanfaatkan sebagai pemukiman penduduk, lahan di wilayah pedesaan juga dimanfaatkan untuk aktivitas sosial ekonomi, seperti persawahan, kebun, areal pengembangan ternak,empang, suara atau mesjid,lapangan olahraga,dan sebagainya. Selain itu wilayah-wilayah tertentu juga sering digunakan sebagai rumah-rumah industri kecil.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menentukan Letak Astronomis suatu Wilayah pada Peta

Letak atau Lokasi suatu wilayah berdasarkan lintang dan bujur disebut dengan letak astronomis. Garis Lintang 0 0 disebut dengan garis Khatulistiwa (equator) yang membagi bumi menjadi bagian utara yang disebut dengan Lintang Utara (LU) dan bagian selatan yang disebut dengan Lintang Selatan (LS). Garis lintang menjadi dasar pembagian iklim yang didasarkan pada sudut datang matahari, sedangkan garis bujur 0 0 yang berada di kota Greenwich membagi belahan bumi menjadi belahan bumi Barat yang dikenal dengan Bujur Barat (BB) dan belahan bumi Timur yang dikenal dengan Bujur Timur (BT). Garis bujur 0 0 yang dipergunakan sebagai dasar pembagian waktu di berbagai wilayah (negara). Garis lintang dan bujur merupakan garis khayal artinya kita tidak menjumpai garis ini secara nyata di bumi. Garis Lintang kenampakannya horizontal, sedangkan Garis Bujur kenampakannya vertikal pada peta atau globe. Berdasarkan konsep Geografi, letak/lokasi terbagi dua yaitu letak absolut dan letak relat...

Menentukan Perbedaan Waktu antar Wilayah di Muka Bumi

Salam Geografi!! Saudara sekalian pasti pernah menonton siaran bola liga Inggris, Liga Spanyol atau Liga Eropa lainnya pada saat malam atau dini hari bukan?. Nah kalau kita bayangkan mengapa mereka main bola saat malam larut atau disaat kita di Indonesia sudah tertidur. Tentunya sebagai orang yang telah mempelajari geografi, tidak akan merasa heran lagi atau sudah memahami mengapa demikian. Bagi orang awam mungkin saja mereka berpikiran kalau memang pertandingan itu memang dilaksanakan pada jam saat menonton di Indonesia, padahal mereka itu main bola pada saat sore hari atau bukan larut malam. Dasar teorinya adalah Eropa berada pada belahan bumi Barat, sedangkan Indonesia berada pada belahan bumi Timur. Sehingga kalau di Indonesia malam hari, kemungkinan di Eropa Siang hari, demikian sebaliknya. Pada Postingan sebelumnya yaitu "menentukan letak astronomis suatu wilayah pada peta", telah disinggung mengenai garis lintang dan bujur.  Garis bujur menjadi dasar pembe...

Mengubah Skala Garis Menjadi Skala Angka

Topik tentang skala merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sebuah peta. Gambaran permukaan bumi yang relatif luas dapat digambarkan di sebidang kertas karena diperkecil dengan menggunakan skala tertentu, tergantung berapa kali luas yang sebenarnya diperkecil dan seberapa besar peta yang akan digambar. Semakin kecil peta yang akan digambarkan maka skalanya akan semakin besar, demikian sebaliknya. Misalnya sebuah peta X yang akan diperkecil 4x skala nya akan lebih besar dibandingkan peta yang diperkecil 2x. Skala adalah perbandingan jarak di peta dengan jarak sebenarnya/sesungguhnya di lapangan. Jadi dapat dirumuskan sebagai berikut : Untuk mencari jarak sebenarnya (JS) jika diketahui jarak pada peta (JP) dan skala (SK) adalah jarak pada peta dikali dengan penyebut skala. JS = JP x SK sedangkan mencari jarak pada peta (JP)  jika diketahui jarak sebenarnya(JS) dan skala (SK) adalah jarak sebenarnya dibagi penyebut skala. JP = JS/SK Skala yang sering dijumpai pada pe...