KAJIAN TEORI
A.
Kerangka Teori
1. Konsep Belajar dan Pembelajaran
Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi
Suryabrata, 1984) mengemukakan bahwa belajar merupakan proses
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan,
yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat
perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Dapat
dikatakan belajar membuat manusia menjadi semakin berubah ke arah positif atau
kemajuan.
Sejalan dengan itu menurut Nana
Sudjana (2002), pada hakikatnya proses belajar mengajar adalah proses
komunikasi. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan suatu dunia komunikasi
tersendiri dimana guru dan siswa bertukar pikiran untuk mengembangkan ide dan
pengertian. belajar ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa pembelajar. Dari
segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan
perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai hasil belajar
sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru,
kegiatan belajar siswa merupakan akibat dari tindakan pendidikan atau
pembelajaran. Proses belajar siswa tersebut menghasilkan perilaku yang
dikehendaki, suatu hasil belajar sebagai dampak pengajaran.
|
Demikian halnya menurut Abdurrahman
(2003) yang mengatakan bahwa belajar merupakan
suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau
yang biasa disebut hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang
relative menetap. Slameto (2003) menyatakan, bahwa belajar ialah suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalaman individu itu sendiri
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Pembelajaran artinya suatu proses belajar yang terjadi
karena adanya guru sebagai pengajar dan pendidik dan adanya murid atau peserta
didik sebagai yang diajar atau sebagai penerima ilmu pengetahuan atau
keterampilan. Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian,
maka pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh
guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang
lebih baik (Darsono, 2000).
a. Proses
Belajar dalam Kurikulum 2013
Siswa mengalami suatu
proses belajar. Dalam proses tersebut, siswa menggunakan kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik untuk mempelajari bahan belajar. Adanya informasi
tentang sasaran belajar, adanya penguatan, adanya evaluasi dan keberhasilan belajar,
menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan dirinya, sehingga akan mendorong
keingintahuan dan kebutuhan siswa dalam belajar (Dimyati, dkk., 2009).
Menurut Bruner
(Nasution, 2005) dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode,
yakni (1) informasi, (2) transformasi, (3) evaluasi. Informasi diperoleh dalam
tiap pelajaran, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang
memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa
yang telah kita ketahui sebelumnya, misalnya bahwa tidak ada energi yang
lenyap. Informasi yang didapat harus dianalisis, diubah atau ditransformasikan
ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk
hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan. Kemudian
dilakukan Evaluasi untuk menilai manakah pengetahuan yang kita peroleh dan
transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar,
ketiga episode ini selalu terdapat. Yang menjadi masalah ialah berapa banyak
informasi diperlukan agar dapat ditransformasi. Lama tiap episode tidak selalu
sama. Hal ini antara lain bergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi
belajar siswa, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan
sendiri (Nasution, 2005).
Menurut Permendikbud no. 81 A tahun 2013 lampiran
IV, proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
a.
mengamati;
b.
menanya;
c.
mengumpulkan informasi;
d.
mengasosiasi; dan
e.
mengkomunikasikan.
Proses
pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu kurikulum 2013
mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan
saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja
yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan
induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductivereasoning).
Penalaran
deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang
spesifik.Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi
spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan.Sejatinya,
penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang
lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian
spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah
merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau
gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan
sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry)
harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan
terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.Karena itu, metode
ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi
atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian
memformulasi, dan menguji hipotesis.
b.
Aktivitas Belajar
Aktivitas
siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan
aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses
belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Aktivitas
belajar siswa merupakan indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Menurut
Sardiman (2009) menyatakan bahwa aktivitas belajar adalah kegiatan yang
dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman
sendiri.
Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam
proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Kegiatan
fisik berupa ketrampilan-ketrampilan dasar sedangkan kegiatan psikis berupa
ketrampilan terintegrasi. Ketrampilan dasar yaitu mengobservasi,
mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan (Juliantara,
2010).
Sementara menurut Diedrich (dalam
Sardiman 2009) terdapat beberapa macam aktivitas belajar siswa diantaranya
adalah:
1.
Aktivitas
melihat (Visual Activities) yang
termasuk didalamnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan,
pekerjaan orang lain.
2.
Aktivitas lisan (Oral Activities) seperti merumuskan,
menyatakan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan
wawancara, diskusi, interupsi.
3.
Aktivitas
mendengar (Listening Activities)
sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
4.
Aktivitas
menulis (Writing Activities), seperti
misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5.
Aktivitas
menggambar (Drawing Activities)
misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6.
Aktivitas gerak (Motor Activities) yang termasuk di
dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model
mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
7.
Aktivitas mental
(Mental Activities) sebagai contoh
misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat
hubungan, mengambil keputusan.
8. Aktivitas emosi (Emotional
Activities) seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
c.
Hasil Belajar
Belajar
terjadi hanya dapat diketahui bila ada sesuatu yang diingat dari apa yang
dipelajari itu. Suatu fakta yang dipelajari harus dapat diingat dengan baik
segera setelah diajarkan. Akan tetapi dalam jangka waktu tertentu dapat terjadi
perubahan, karena yang diingat itu dapat dilupakan sebagian atau seluruhnya.
Faktornya : jumlah hal yang dipelajari dalam waktu tertentu, adanya
kegiatan-kegiatan lain sesudah belajar yang merupakan “interference” yang
mengganggu apa yang diingat itu, waktu yang lewat setelah berlangsungnya
belajar itu, yang juga dapat mengandung kegiatan yang mengganggu (Nasution,
2005).
Perilaku
siswa merupakan hasil dari proses belajar. Perilaku tersebut dapat berupa
perilaku yang dikehendaki ataupun tidak. Hanya perilaku yang dikehendaki diperkuat
dengan latihan atau aplikasi. Hasil belajar merupakan suatu puncak proses
belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil
belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak
tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa (Dimyati, dkk., 2009).
Abdurrahman
(2003:37) mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak
setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan proses dari
seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang
relatif menetap. Setiap orang melakukan kegiatan
belajar pasti ingin mengetahui hasil belajar yang dilakukan. Siswa dan guru
merupakan orang yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Setelah
proses pembelajaran berlangsung, guru selalu mengadakan evaluasi terhadap siswa
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang
dipelajari.
Hasil evaluasi merupakan hasil belajar bagi siswa dalam
proses pembelajaran. Hasil belajar dipandang secara umum sebagai perwujudan
nilai-nilai yang diperoleh siswa melalui proses belajar mengajar. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil belajar adalah penguasaan hubungan-hubungan antara
bagian-bagian informasi yang telah diperoleh sebagai pengertian, selain dapat
menampilkan pemahaman dan penguasaan bahan pelajaran yang telah dipelajari
(Hudojo, 1998).
Dalam kurikulum 2013, hasil belajar
mengacu pada tiga kompetensi yaitu kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan dan
kompetensi keterampilan. cakupan kompetensi lulusan secara holistik
dirumuskan sebagai berikut:
1. Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Sikap:
Manusia yang memiliki pribadi yang beriman,
berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya.
Pencapaian pribadi tersebut dilakukan melalui proses: menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, dan mengamalkan.
2. Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Keterampilan:
Manusia yang memiliki pribadi yang berkemampuan
pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret. Pencapaian
pribadi tersebut dilakukan melalui proses: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta.
3. Kemampuan Lulusan dalam Dimensi Pengetahuan:
Manusia
yang memiliki pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya
dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban. Pencapaian
pribadi tersebut dilakukan melalui proses: mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisa, dan mengevaluasi (Kemendikbud,
2014).
1) Penilaian Hasil Belajar
a) Penilaian Sikap
Peningkatan kompetensi atau hasil belajar siswa
dapat dilihat melalui penilaian. Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap
melalui observasi, penilaian diri (self
assessment), penilaian “teman sejawat” (peer
assessment) oleh peserta didik, dan jurnal. Sikap bermula dari perasaan
(suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam
merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau
pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Penilaian sikap yang dapat
dilakukan oleh para guru dengan menilai perilaku sehingga penilaian sikap
dilakukan dengan cara observasi perilaku. Perilaku seseorang pada umumnya
menunjukkan kecenderungan seseorang dalam sesuatu hal. Kompetensi sikap pada
pembelajaran Geografi yang harus dicapai peserta didik sudah terinci pada KD
dari KI 1 dan KI 2. Guru Geografi dapat merancang lembar pengamatan penilaian
sikap untuk masing-masing KD sesuai dengan karakteristik proses pembelajaran yang
disajikan. Hasil observasi dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan.
Contoh penilaian kompetensi sikap dalam pembelajaran Geografi (Kemendikbud,
2014).
b) Penilaian Pengetahuan
Penilaian
pengetahuan dapat berupa tes tulis dan lisan. Instrumen tes tulis umumnya
menggunakan soal pilihan ganda dan soal uraian. Pada pembelajaran Geografi yang
menggunakan pendekatan scientific, instrumen penilaian harus dapat
menilai keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS,“Higher Order
thinking Skill”) menguji proses analisis, sintesis, evaluasi bahkan sampai
kreatif. Untuk menguji keterampilan berpikir peserta didik, soal-soal untuk
menilai hasil belajar Geografi dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik
menjawab soal melalui proses berpikir yang sesuai dengan kata kerja operasional
dalam taksonomi Bloom. Misalnya untuk menguji ranah analisis peserta didik pada
pembelajaran Geografi, guru dapat membuat soal dengan menggunakan kata kerja
operasional yang termasuk ranah analisis seperti menganalisis, mendeteksi,
mengukur, dan menominasikan. Ranah evaluasi contohnya membandingkan, menilai,
memprediksi, dan menafsirkan (Kemendikbud, 2014).
c)
Penilaian Keterampilan
Pendidik
menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang
menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan
menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang
digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang
dilengkapi rubrik. Rubrik adalah daftar kriteria yang menunjukkan kinerja,
aspek-aspek atau konsep-konsep yang akan dinilai dan gradasi mutu, mulai dari
tingkat yang paling sempurna sampai yang paling buruk. Rubrik kunci adalah
rubrik sederhana berisi seperangkat kriteria yang menunjukkan indikator
esensial paling penting yang dapat menggambarkan capaian kompetensi peserta
didik (Kemendikbud, 2014).
2.
Model Pembelajaran Discovery Learning
Discovery
mempunyai
prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving.
Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery
Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang
sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik
semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya
bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran
dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu
melalui proses penelitian, sedangkan Problem Solving lebih memberi
tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah (Kemendikbud, 2014).
Pada
Discovery Learning materi yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam
bentuk final akan tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang
ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian
mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka
pahami dalam suatu bentuk akhir. Penggunaan Discovery Learning, ingin
merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah
pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Merubah
modus Ekspository peserta didik hanya menerima informasi secara keseluruhan
dari guru ke modus Discovery peserta didik menemukan informasi sendiri
(Kemendikbud, 2014). Metode yang digunakan untuk mendukung model ini addalah
observasi lapangan dan diskusi.
Langkah-langkah
pembelajaran model Discovery Learning
adalah : perencanaan, pelaksanaan, dan
sistem penilaian. Perencanaan pada model ini meliputi hal-hal sebagai
berikut: menentukan tujuan pembelajaran, melakukan identifikasi karakteristik
peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya), memilih
materi pelajaran, menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik
secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi), mengembangkan bahan-bahan
belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk
dipelajari peserta didik, mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke
kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai
ke simbolik, melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik
(Kemendikbud, 2014).
Menurut
Syah (2004) dalam Kemendikbud (2014) bahwa dalam mengaplikasikan metode Discovery
Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam
kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut (1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan), Pertama-tama
pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya
dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai kegiatan
pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas
belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada
tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.Dengan
demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus
kepada peserta didik agar tujuan mengaktifkan peserta didik untuk
mengeksplorasi dapat tercapai, (2) Problem
statement (pernyataan/
identifikasi masalah), Setelah dilakukan stimulation guru memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah
yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah),
(3) Data collection (pengumpulan data), pada saat peserta
didik melakukan eksperimen atau eksplorasi, guru memberi kesempatan kepada para
peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Data dapat diperoleh melalui
membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji
coba sendiri dan sebagainya, (4) Data processing (pengolahan data), kegiatan mengolah
data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui
wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan, (5) Verification (pembuktian), pada tahap ini peserta
didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang telah ditetapkan, dihubungkan dengan hasil data processing.Berdasarkan
hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau
hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab
atau tidak, apakah terbukti atau tidak, (6) Generalization (menarik
kesimpulan/generalisasi), tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah
proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil
verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi.
Dalam
Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan
menggunakan tes maupun non tes. Penilaian dapat berupa penilaian pengetahuan,
keterampilan, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik. Jika bentuk
penilaiannya berupa penilaian pengetahuan, maka dapat menggunakan tes tertulis.
Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian
hasil kerja peserta didik, maka pelaksanaan penilaian dapat menggunakan format
penilaian sikap, penilaian proses dan hasil belajar (Kemendikbud, 2014).
3.
Materi Pola Keruangan Desa dan Pola Keruangan Kota
a.
Pola Keruangan Desa
1) Pengertian Desa
·
Menurut UU No. 5 tahun
1979, desa merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk,
sebagai satu kesatuan hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung
di bawah kecamatan dan mempunyai hak otonomi dalam ikatan Negara Republik
Indonesia.
·
Menurut Sutardjo
Kartohadikususmo (1953), seorang ahli sosiologi mengemukakan bahwa secara
administratif desa diartikan seebagai satu kesatuan hukum dan didalamnya
bertempat tinggal sekelompok masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan
sendiri.
·
Menurut Bintarto, desa
merupakan suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisiografis sosial, ekonomi politik budaya dan memiliki hubungan timbal balik
dengan daerah lain.
·
Menurut undang-undang
nomor 22 tahun 1948 menyatakan bahwa desa adalah daerah yang terdiri dari satu
atau lebih dukuh atau dusun yang digabungkan hingga merupakan suatu daerah yang
memiliki syarat-syarat cukup untuk berdiri menjadi daerah otonom yang berhak
mengatur rumah tangganya sendiri.
·
Paul H. Landis, desa
adalah suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri;
1) mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal; 2) adanya ikatan perasaan
yang sama tentang kebiasaan; 3) cara berusaha bersifat agraris dan sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor alam, seperti iklim, topografi, dan sumber daya
alam.
·
Menurut Direktorat
Jendral Pembangunan Desa (DirJen Bangdes 2010), suatu daerah dikatakan desa
jika masih memiliki ciri khas yang dapat dibedakan dengan daerah lain di
sekitarnya.
Desa memiliki empat
ciri sebagai berikut:
·
Perbandingan lahan
dengan manusia cukup besar.
·
Lapangan pekerjaan yang
dominan adalah sektor pertanian (agraris).
·
Hubungan antar warga
desa masih sangat akrab.
·
Masyarakat masih
memegang teguh tradisi yang berlaku
·
Sektor agraris, seperti
halnya pertanian menjadi ciri khas dari pedesaan
2) Potensi Desa
Menurut
Bintarto, dalam Daljoeni (1986), dalam pembentukan sebuah desa, terdapat tiga
unsur atau komponen pokok, yaitu wilayah, penduduk, serta tata kehidupan.
Ketiga komponen tersebut termasuk pada potensi desa yang memberikan kontribusi
pada kemajuan desa.
Berikut ini merupakan potensi desa.
a. Komponen alam
Secara
rinci, komponen-komponen alam yang ada di desa adalah sebagai berukut :
1) Sumberdaya nabati, jenis hewan dan
produksinya.
2)
Keadaan bentang alam. bentuk alam suatu daerah merupakan factor
yang penting karena mempunyai hubungan erat dengan persebaran penduduk serta
Lokasi desa.
3) Luas desa. Wilayah desa meliputi
luas lahan pertanian, pemukiman dan penggunaan lahan lainnya.
4) Keadaan tanah. Keadaan tanah dapat
mencirikan kesuburan lahan pertanian.
5)
Keadaan iklim. Keadaan iklim yang mencakup curah hujan,
temperatur, kelembapan, penyinaran matahari, dan angin. Oleh karena sebagian
besar masyarakat desa bermata pencarian sebagai petani, kondisi iklim merupakan
factor yang penting.
6) Ketersediaan memberi ciri pada
bentuk ruang gerak (wilayah) manusia.
b. Komponen manusia
Penduduk merupakan potensi bagi desa itu sendiri. Semakin
banyak jumlah penduduk desa, terlebih penduduk usia produktif, semakin besar
potensi desa tersebut.
c. Tata kehidupan atau adat istiadat
Adat istiadat yang telah mekar merupakan factor yang cukup
penting dalam menilai tingkat perkembangan suatu desa.Komponen-komponen
pembangunan yang tidak didukung oleh adat istiadat menyebabkan perkembangan
pembangunan desa tersebut megalami hambatan.
3)
Unsur-Unsur Desa
Menurut R. Bintarto dalam bukunya
“Pengantar Geografi Desa” paling sedikit ada tiga (3) unsur-unsur desa yang
kita ketahui, yaitu:
- Daerah, suatu wilayah pedesaan pasti
memiliki daerah tersendiri dengan berbagai aspeknya seperti lokasi, luas,
bentuk lahan, keadaan tanah, keadaan tata air, dan lain-lain.
- Penduduk, unsur penduduk yang perlu
diperhatikan dalam memahami suatu desa antara lain jumlah, tingkat
kelahiran, tingkat kematian, persebaran kepadatan, pertumbuhan,
perbandingan jenis kelamin, mata pencaharian, struktur penduduk menurut
umur dan sebagainya.
- Tata
kehidupan, tata
kehidupan berkaitan erat dengan adat istiadat, norma-norma yang berlaku
didaerah tersebut, pola pengaturan sistem pergaulan warga masyarakat dan
pola-pola budaya daerah lainnya.
4)
Ciri-Ciri Desa
Desa sebagai suatu kesatuan wilayah
geografis tentu memiliki ciri-ciri khas yang dapat dibedakan dengan
daerah-daerah lain disekitarnya.Ciri khas tersebut dapat berupa kondisi alamiah
ataupun kondisi penduduknya. Menurut dirjen bangdes ciri-ciri wilayah pedesaan,
antara lain:
- Perbandingan
lahan dengan manusia cukup besar, artinya bahwa lahan-lahan di wilayah
pedesaan masih relatif luas dibandingkan dengan jumlah penduduk yang
menepatinya sehingga kepadatan penduduk masih rendah
- Lapangan
kerja yang dominan adalah sektor pertanian (agraris)
- Hubungan
antar warga desa masih sangat akrab,
- Sifat-sifat
masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku
Ciri-ciri wilayah pedesaan yang
lainnya dikemukakan oleh Surjono Sukamto (1982). Dia memberikan ciri-ciri khas
desa berdasarkan kondisi masyarakatnya, antara lain:
- Warga
masyarakat pedesaan memiki hubungan kekerabatan yang kuat, karena umumnya
berasal dari satu keturunan. Karena itu biasanya dalam suatu wilayah
pedesaan, antara sesama warga masyarakat masih memiliki hubungan keluarga
atau saudara.
- Karena mereka berasal dari satu keturunan, maka
corak kehidupannya bersifat gameinschaft, yaitu diikat oleh
sistem kekeluargaan yang kuat. Selain itu penduduk desa juga merupakan
masyarakat yang bersifat face to face group, artinya bahwa
antara penduduk yang satu dengan yang lainnya saling mengenal.
- Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup
dari sektor pertanian dan perkebunan. Walaupun ada sebagian penduduk yang
bekerja sebagai tukang kayu (buruh bangunan), tukang genteng, pamong desa
ataupun lainnya, namun tetap pekerjaan pokoknya adalah petani, baik
sebagai petani pemilik, penggarap ataupun buruh tani.
- Cara bertani yang dilakukan oleh sebagian besar
penduduk desa umumnya masih tradisional, sehingga hasilnya rata-rata hanya
memenuhi kebutuhannya sendiri atau sering disebut subsistance
farming.
- Sifat gotong royong masih tertanam kuat pada
warga masyarakat. Dalam sistem gotong rooyong ini, warga masyarakat tidak
lagi memikirkan masalah untung rugi tetapi lebih mengutamakan unsur
kekeluargaan dan kebersamaan.
- Golongan orang-orang atau tetua kampung memegang
peranan yang cukup penting dalam masyarakat, khususnya mengenai persoalan
pelik.
- Masyarakat
desa masih memegang norma-norma agama secara kuat.
5) Klasifikasi
Desa
Fungsi desa dapat dilihat dari dua segi, yaitu kedudukan
desa sebagai bentuk pemerintahan terkecil di negara Indonesia dan desa dalam
tinjauan region atau wilayah geografis, yaitu sebagai daerah “hinterland”
atau daerah belakang yang mendukung keperluan masyarakat kota khususnya
kebutuhan sumber bahan pangan.
Dilihat dari kedudukan desa sebagai suatu wilayah hinterland kota,
daerah pedesaan berfungsi :
- Wilayah
sumber bahan pangan bagi masyarakat kota, sebab sebagian besar lahan di
pedesaan dimanfaat sebagai daerah pertanian, baik pertanian sawah,
pertanian lahan kering seperti
sayur mayor dan plawija maupun pertanian hortikultura seperti buah-buahan
dan bunga-bungaan. Produksi pertanian tersebut, selain dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan hiupnya sehari-hari juga
bisa dipasarkan ke kota.
- Sumber daya manusia pedesaan usai produktif
merupakan tenaga kerja. Beraneka ragam lapangan pekerjaan di wilayah kota
banyak menyerap atau membutuhkan tenaga kerja. Selain itu proses
pembangunan fisik di kota seperti pembangunan gedung-gedung, pembuatan
jalan raya atau pembangunan lainnya banyak menyerap tenaga kerja khususnya
tenaga kerja kasar seperti tukan gaji, tukang bangunan, pekerja pabrik dan
lain-lain. Kebutuhan tenaga kerja tersebutseringkali dipenuhi penduduk
yang berasal dari wilayah pedesaan.
- Desa yang memiliki potensi keindahan alam dan
kondisinya masih asri jauh dari keramain kota dan polusi, kebudayaan
masyarakat yang unik merupakan gaya tarik sektor pariwisatayang dapat
mengundang para turis dari kota untuk datang berkunjung.
- Desa juga merupakan pusat-pusat
industri kecil dan industri kerajinan rakyat, seperti industri
pengelolahan minuman dan makanan khas daerah, pengolahan hasil-hasil
pertanian rakyat. Produksi dari sector industri ini seringkali di pasarkan
di wilayah kota.
Berdasarkan tingkat pembangunan dan
kemampuan mengembangkan potensi-potensi yang dimilkinya, desa yang
diklasifikasikan menjadi:
- Desa
Swadaya atau desa Terbelakang. Desa swadaya dapat diartikan sebagai suatu
wilayah pedesaan dimana hampir seluruh masyarakatnya memenuhi kebutuhannya
dengan cara mengadakan sendiri. Masyarakat yang tinggal di wilayah ini
sangat jarang atau bahkan tidak pernah berhubungan dengan masyarakat luar,
sehingga proses kemajuanyang diperolah sebagai hasil interaksi dengan
wilayah lainnya berjalan sangat lamban. Jenis desa ini biasanya
terletak di lokasi-lokasi yang terpencil dan belum memiliki prasarana dan
sarana transportasi yang dapat menghubungkan dengan wilayah lainnya.
- Desa Swakarya. Masyarakat desa swakarya sudah
lebih maju dibandingkan dengan desa swadaya. Selain untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri, kelebihan produksi yang dihasilkan penduduk sudah
mulai dijual ke daerah lainnya. Uang yang didapat dari hasil penjualan itu
digunakan untuk membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi oleh
penduduk setempat. Jadi pada desa swakarya, masyarakatnya sudah mulai
mengadakan kontak atau hubungan dengan warga daerah lain, walaupun
intensitasnya tidak terlalu sering.
- Desa
Swasembada atau Desa Maju. Desa swasembada yaitu desa yang sudah mampu
mengembangkan semua potensi yang ada secara optimal. Desa jenis ini
ditandai dengan kemampuan masyarakatnya mengadakan interaksi atau hubungan
dengan masyarakat luar, melakukan tukar menukar barang dengan wilayah lain
(fungsi perdagangan), serta kemampuan masyarakatnya untuk saling
mempengaruhi dengan penduduk yang ada wilayah lain. Dari hasil interaksi
ini, masyarakat yang tinggal di desa swasembada mampu menyerap teknologi
baru untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki, sehingga proses
pembangunan dapat berjalan dengan baik.
8)
Bentuk dan Pola Tata Guna Lahan Desa
Dilihat dari bentuknya, pola
persebaran desa dapat di bedakan atas:
- Bentuk
desa yang linier atau memanjang mengikuti jalur jalan raya atau alur
sungai. Pola persebaran desa semacam ini dapat kita temui di
daerah yang merupakan areal pedataran, terutama di dataran rendah.
Maksud dari pola desa yang memanjang atau linier tersebut adalah untuk
mendekati prasarana transportasi
(jalan atau sungai), sehingga memudahkan untuk berpergian ketempat
lain apabila ada keperluan. Selain itu juga untuk memudahkan pergerakan
barang dan jasa.
- Bentuk
desa yang memanjang mengikuti garis pantai Di
daerah-daerah pantai, pola persebaran desa biasanya memanjang mengikuti
arah garis pantai.
- Bentuk desa yang terpusat. Bentuk
desa yang memusat terdapat di wilayah pegunungan yang dihuni oleh penduduk
yang berasal dari satu keturunan yang sama, sehingga umumnya semua warga
masyarakat di daerah itu adalah keluarga atau kerabat. Dusun-dusun yang
terdapat di desa yang bentuknya terpusat biasanya sedikit saja, yaitu
tidak lebih dari 40 rumah.
- Bentuk desa
yang mengelilingi fasilitas tertentu. Bentuk
desa semacam ini terdapat di dataran rendah dan memiliki fasilitas-fasilitas
umum yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat, misalnya mata air,
danau, waduk, atau fasilitas lainnya.
Selain dimanfaatkan sebagai
pemukiman penduduk, lahan di wilayah pedesaan juga dimanfaatkan untuk aktivitas
sosial ekonomi, seperti persawahan, kebun, areal pengembangan ternak,empang,
suara atau mesjid,lapangan olahraga,dan sebagainya. Selain itu wilayah-wilayah
tertentu juga sering digunakan sebagai rumah-rumah industri kecil.
Komentar