BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan merupakan
usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang
berkualitas akan menjadi modal kemajuan bangsa dan negara. Hal ini sesuai
dengan UU No. 20 tahun 2003 bahwa pendidikan adalah sebuah usaha yang di
lakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, membangun kepribadian, pengendalian
diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Komponen yang berkaitan
dengan sekolah dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran antara lain
adalah pembelajar, peserta didik, pembina sekolah sarana/prasarana, dan proses
pembelajaran (Yamin, 2013). Guru sebagai pembelajar berusaha menciptakan
kondisi yang diharapkan akan efektif apabila diketahui faktor yang dapat
menunjang terciptanya kondisi yang menguntungkan dalam proses pembelajaran,
mengenali masalah yang diperkirakan dan biasanya timbul dan dapat merusak iklim
pembelajaran, dan menguasai berbagai pendekatan dalam mengelola kelas dan dapat
menggunakannya pada waktu dan masalah yang tepat (Yamin, 2013:41).
Pendidikan
tidak terlepas dari pembelajaran. Mutu pembelajaran dapat mewujudkan tujuan
pendidikan. Dalam hal ini tidak terlepas dari metode yang digunakan. Metode
pembelajaran dalam dunia pendidikan perlu dimiliki oleh guru, karena
keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) bergantung pada cara atau metode
mengajar guru. Yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran dikelas Joice (1992) dalam Trianto (2007).
Senada
dengan itu Suhardjono (2004) mengatakan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
banyak faktor, banyak diantara pengaruh itu diluar kendali guru. Ketika guru
melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas,pada dasarnya guru tersebut sedang
mempraktekan model pembelajaran. Dalam proses kegiatan pembelajaran seorang
guru sebelumnya pasti akan mempersiapkan lebih dahulu apa yang akan di
sampaikan pada siswa dengan menyusun persiapan mengajar atau rencana
pembelajaran.
Mengingat pentingnya
pembelajaran untuk tercapainya tujuan pendidikan, maka pemilihan model dalam
pembelajaran haruslah yang mampu membentuk siswa menjadi mandiri dan
berkualitas. Kondisi yang menyenangkan apabila seorang siswa lebih suka terus
belajar jika pengajaran oleh guru dianggap sebagai suatu yang menyenangkan. Dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, pada
umumnya guru menggunakan metode yang tidak tepat. Penggunaan metode secara
sembarangan ini tidak berdasarkan pada analisis kesesuaian antara tipe isi
pelajaran dengan tipe kinerja (performansi) yang menjadi sasaran belajar.
Padahal keefektifan suatu metode pembelajaran sangat ditentukan oleh kesesuaian
antara tipe isi dengan tipe performansi. Gagne dan Briggs (1979) dalam Dahar
(1988) mengatakan bahwa suatu prestasi belajar memerlukan kondisi belajar
internal dan kondisi belajar eksternal yang berbeda. Sejalan dengan ini, Degeng
(1989) menyatakan, suatu metode pembelajaran seringkali hanya cocok untuk
belajar tipe isi tertentu di bawah kondisi tertentu. Hal ini berarti bahwa
untuk belajar tipe isi yang lain di bawah kondisi yang lain, diperlukan metode
pembelajaran yang berbeda.
Model pembelajaran yang
monoton dan membosankan dapat mempengaruhi minat belajar siswa. Kurangnya minat
belajar geografi siswa akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Pembelajaran geografi di sekolah cenderung hanya menyampaikan materi kepada
siswa. Dalam proses pembelajaran, guru cenderung menggunakan kecerdasan yang
dimiliki tanpa memperhatikan tingkat kemampuan, kecakapan, kecerdasan, minat,
bakat dan kreativitas siswa. Sehingga jika siswa dihadapkan pada suatu
kemampuan untuk pengambilan kesimpulan, penalaran, siswa akan merasa kesulitan.
Hal tersebut bukan karena gurunya yang tidak mengajar, tetapi model
pembelajaran yang digunakan oleh guru tidak sesuai dengan kecerdasan dominan
yang dimiliki oleh siswa. Model pembelajaran tersebut masih berpusat pada guru,
dalam arti bahwa guru yang berperan dominan di dalam kelas, sehingga akan
berdampak pada menurunnya kemampuan berfikir dan kreativitas siswa.
Hasil dialog yang
dilakukan dengan guru di SMA Negeri 7 Medan (ibu Hipsah Zannuri, S.Pd) pada
materi interaksi spasial antara desa dan kota, hasil ulangan beberapa siswa
masih banyak siswa yang tidak tuntas. Aktivitas belajar siswa juga terlihat
monoton dimana siswa hanya menerima penjelasan dari guru. Bahkan topik yang
banyak teori membuat siswa merasa bosan terhadap topik tersebut. Pembelajaran
yang dilaksanakan masih menggunakan metode ceramah sehingga siswa kurang aktif
dalam pembelajaran. Siswa tidak dilatih untuk berusaha mencari pemecahan pemasalahan
sendiri dengan mengoptimalkan motivasi kemampuan sendiri dalam materi interaksi
spasial antara desa dan kota. Hasil belajar siswa pada materi desa kota masih
rendah dimana persentase yang mencapai ketuntasan belajar siswa hanyalah 50%
dari total siswa. Sementara ketuntasan klasikan minimal 85% dari jumlah siswa. Hal
ini cukup memprihatinkan dan perlu diambil suatu solusi pembelajaran agar
ketuntasan klasikal di kelas XII IS-3 meningkat.
Menurut Sudjana (2010:22),
hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajar. Rendahnya nilai hasil belajar siswa pada materi interaksi spasial antara
desa dan kota kelas XII IS-3 disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah masih bersifat konvensional, dan
praktik pembelajarannya kurang memanfaatkan situasi nyata dilingkungan siswa,
sehingga pemahaman terhadap konsep interaksi spasial desa kota sulit
dibayangkan. Siswa kurang dilibatkan dalam proses pembelajaran dan cenderung
pasif, terbukti dalam kegiatan belajar siswa selalu diam saja ketika
mendapatkan kesulitan dalam belajar, siswa selalu menunggu guru untuk diberikan
contoh-contoh soal dan cara pengerjaannya yang benar tanpa mencoba berpikir
untuk menggali dan membangun idenya sendiri, siswa tidak pernah mengajukan
pertanyaan terhadap materi yang dianggap kurang dimengerti.
Untuk mengatasi
permasalahan di atas, guru harus dapat berusaha meningkatkan dan mengembangkan
kualitas proses pembelajaran geografi. Salah satu pendekatan dalam pembelajaran
geografi yang berorientasi pada hal tersebut adalah dengan menerapkan
pembelajaran Discovery Learning. Discovery learning adalah metode
mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tanpa pemberitahuan langsung, sebagian
atau seluruhnya ditemukan sendiri (Russefendi dalam Nurdiansyah, 2008).
Berdasarkan
itu peneliti tertarik untuk menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dalam pembelajaran geografi pada pokok bahasan
interaksi spasial antara desa dan kota. Alasan peneliti menerapkan model Discovery
Learning dalam
pembelajaran geografi
khususnya dalam materi interaksi spasial
antara desa dan kota adalah siswa
akan lebih
berperan aktif mencari sendiri dan membuktikan pemecahan suatu masalah yang
akan dipelajari dan mengembangkannya sehingga siswa lebih aktif dari guru. Selain
itu model pembelajaran tersebut sangat tepat diterapkan karena dalam kurikulum
2013 model pembelajaran menekankan pada keaktifan siswa dan kurikulum 2013 telah
diterapkan di sekolah SMA N 7 Medan.
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah diuraikan di atas, maka dapat
diidentifikasi masalah yang terjadi: (1) Kurangnya motivasi siswa untuk
mempelajari geografi, (2) Guru masih menggunakan metode mengajar yang belum
menggunakan kurikulum terbaru 2013, (3) Masih banyak siswa yang tidak tuntas,
(4) Guru belum menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dan (5) Siswa
kurang aktif dalam proses pembelajaran.
C.
Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini
adalah peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model
pembelajaran discovery learning pada
materi Interaksi Spasial desa dan kota kelas XII semester ganjil T.A 2015/2016.
D. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana aktivitas belajar
siswa dalam penerapan model pembelajaran Discovery
Learning pada materi interaksi spasial antara desa dan kota di kelas XII
IS-3 SMA N 7 Medan T.A 2015/2016.
2.
Bagaimana hasil
belajar siswa dalam penerapan model pembelajaran Discovery Learning pada materi interaksi spasial antara desa dan
kota di kelas XII IS-3 SMA N 7 Medan T.A 2015/2016.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1.
Mengetahui aktivitas belajar siswa dalam penerapan model
pembelajaran Discovery Learning
pada materi interaksi spasial antara desa dan kota di kelas
XII IS-3
SMA N 7 Medan T.P
2015/2016
2.
Mengetahui hasil
belajar siswa dalam penerapan model pembelajaran Discovery Learning pada materi interaksi spasial antara desa dan
kota di kelas XII IS-3 SMA N 7 Medan T.P 2015/2016.
F.
Manfaat
Penelitian
a.
Bagi Peneliti Sendiri
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah
pengalaman serta wawasan dalam bidang penulisan maupun penelitian tindakan
kelas.
b.
Bagi Guru
Membantu
memilih dan menentukan alternatif model pembelajaran apa yang sebaiknya
digunakan dalam proses pembelajaran agar sasaran pencapaian hasil belajar
geografi meningkat.
c.
Bagi Sekolah
Sebagai
masukan untuk sekolah untuk menentukan arah kebijakan sekolah dalam
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi dengan menerapkan
model pembelajaran Discovery Learning.
d.
Bagi siswa,
dapat meningkatkan hasil belajar dan
prestasi siswa
e.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai
bahan kajian penunjang dan bahan pengembang perancang penelitian dalam meneliti
hal-hal yang berkaitan dengan topik diatas.
Komentar