Seorang gadis belia merasa galau karena pacarnya tidak
membalas chatingannya. Dia juga bingung, tak biasanya orang yang disayanginya
seperti itu. Dia memang sangat
membutuhkan teman curhat disaat itu. Sesegera mungkin dia membuka smartphone
yang berdering “ping” berharap pangerannya itu membalas chatingannya. Ternyata
bukan, yang ada hanyalah teman lain. Dia mengabaikan chatingan temannya karena
merasa tidak penting.
Menit ke menit jam ke jam chatingannya tidak ada balasan,
sementara waktu telah berjalan selama 4 jam lamanya. Dia semakin gelisah, sampai-sampai ia tak
makan demi menunggu apa kabar dari si lelaki itu. Sesekali ia menatap televisi
tapi pikirannya tidak kesitu. Tatapannya ke televisi hanyalah tatapan kosong.
Waktu telah larut malam, ia berpikir tidak mungkin lagi
mengharapkan balasan itu karena biasanya si lelaki itu udah nyenyak pada jam
segitu. Akhirnya ia menangis di dalam
kamar sendiri sambil mengingat cerita temannya yang mengatakan bahwa laki-laki
itu mudah tergoda dengan wanita berparas cantik. Dia menghubungkan cerita
temannya itu dengan apa yang dialaminya sekarang. Dia menganggap ucapan lelaki
itu yang berjanji menemaninya selamanya hanyalah sebuah rayuan gombal yang
menghanyutkan hatinya. Air matanya menetes, matanya berkaca-kaca seakan
mengisyaratkan tiada guna hidup ini. Karena matanya lelah, ia tertidur dengan
bantal yang telah basah dengan air matanya.
Esok harinya
ada pesan yang masuk ke smarphone si gadis yang isinya berbunyi
“maaf dinda,
tadi malam paket dataku habis,
Aku baca
chat mu, tapi ketika aku mau balas
Tulisan
“terhubung” berubah menjadi “menyambungkan”
Aku mau isi
paket, eh M-kios udah closed
Kuharap Kau
mengerti
Aku lope-lope
sama kamu
Jangan kau
salah menilaiku
Dengan semua
sikap diamku ini
Jauh di
dalam lubuk hatiku terukir indah-terukir indah namamu”
(sambil
menggunakan sticker smile)
Membaca
pesan itu si gadis mulai tersenyum. Dia membalasnya dengan berkata
“Bilang aja kau
lagi jalan sama cewek lain
Sengaja kau
gk bales chat ku
Memang
laki-laki gampang tergoda gadis cantik
(sambil
menggunakan sticker marah, menangis)”
(kelanjutannya terjadi pertengkaran.....)
Sahabat muda, penggalan cerita di atas bisa saja hanyalah
sebuah fiktif atau mungkin saja Anda alami di dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu hal yang wajar, rasa curiga ada di dalam menjalin hubungan, atau bahkan
prasangka bisa saja lebih kuat porsinya dibanding rasa percaya yang dipegang
dalam hubungan itu.
Mencintai adalah hal manusiawi yang pastinya dialami oleh
semua orang. Semua orang yang serius dalam hubungan cintanya (bukan cinta
monyet) pasti menginginkan hubungan itu berakhir pada rumah tangga. Banyak
diantara kaum muda yang terjebak dalam situasi cinta yang hanya terfokus pada
hati, padahal logika lebih berperan di dalamnya. Mencintai yang hanya bertumpu
pada hati akan gampang dihanyutkan prasangka negatif bila tidak dibumbui dengan
logika berpikir.
Si gadis dalam cerita tersebut merasa ada yang kurang ketika
orang yang dicintainya tidak hadir menemaninya walaupun hanya melalui media
sosial. Dia sudah terbiasa dengan chatingan beruntun yang seolah-olah
menganggap hubungan akan terjalin langgeng jika chatingan berlangsung tiap
hari. Nah, apakah si gadis itu bisa hidup dengan chatingan saja, dan apakah si
lelaki juga demikian? Atau apakah dengan tidak ada kabar dari orang yang Anda
cintai, maka hubungan itu ditakuti tidak berakhir indah?
Logika memegang peranan penting dalam menjalin suatu
hubungan. Jangan biarkan hati saja yang bekerja, karena hati berjalan di atas
logika. Logika ibarat kopi, hati ibarat gula dan hubungan itu ibarat segelas
air hangat.
Teh kopi tetap saja disebut teh kopi walaupun penggunaan
dosis gula dan kopinya berbeda-beda. Ibaratnya logika (kopi) dan hati (gula)
yang disatukan dengan ukuran sebanding untuk dikocok dalam segelas air panas
(hubungan kasih sayang) . Gula dan kopi seakan telah membentuk senyawa dalam segelas
air sehingga senyawa itu menjadi sebuah minuman yang enak.
Dalam segelas minuman kopi, minuman itu tetap saja dibilang
kopi walaupun bubuk kopi yang digunakan hanya seperempat sendok, setengah
sendok, atau satu sendok penuh. Beda dengan gula, walau dimasukkan seperempat,
setengah atau satu sendok penuh ke dalam gelas air panas yang telah ada bubuk kopi didalamnya, tidak mampu
mengubah nama minuman itu menjadi teh gula. Minuman itu tetap saja teh kopi.
Begitu halnya dalam hubungan, kalau hanya hati saja yang
dijadikan patokan dalam menilai hubungan yang baik maka hati itu tidak akan
sanggup melestarikan hubungan yang Anda jalani. Tapi kalau Anda pakai logika,
walaupun sedikit saja logika itu dipakai, maka akan menciptakan hubungan yang
harmonis. Nah apakah contoh logika dan hati dalam hubungan kasih sayang?.
Kembali ke cerita di atas, si gadis dan si lelaki telah
menjalin hubungan kasih sayang. Pastinya hubungan itu terjalin dengan ungkapan
rasa cinta, ucapan janji, bahkan hubungan itu telah diserahkan pada Sang Khalik
agar berakhir indah. Namun si gadis tidak memakai logika bahwa lelaki yang ia
cintai memang telah berjanji untuk bersama dengannya selamanya. Artinya dia
telah memegang kata-kata janji, memegang rasa percaya sebelum dia mau menerima
cinta dari si lelaki. Seandainya dia berpikir logis (logika), walaupun tidak
ada kabar yang diterimanya, dia tetap yakin dan percaya si lelaki itu hanya
mencintai dirinya saja. Tetapi yang
terjadi si gadis hanya mengandalkan hati. Dia anggap cinta yang ia cita-citakan
berakhir indah kalau si lelaki itu tetap saja mengutarakan cinta, cinta dan
cinta padahal sudah ada janji dan saling percaya serta perbuatan nyata yang
lebih kuat dari segala ungkapan-ungkapan semata.
Kalau saja dia memegang logika dengan berkata “ aku percaya
padanya, mungkin saja dia lagi sibuk, mungkin saja dia lagi capek, makanya
nggak balas pesan ku” maka dia tidak akan terpengaruh pengalaman pahit atau
kisah temannya yang merusak rasa percaya yang telah dijalin itu.
Mungkin benar kata Agnes Monica, “Cinta ini kadang-kadang
tak ada logika”. Jadi mari berpikir positif, berpikir logis agar hubungan Anda
langgeng hingga cita-cita yang terindah. Semangat anak muda.
Komentar